Senin, 29 Desember 2008
Tukang NGGABUNG Koor
Julukan Saya: Tukang Nggabung Koor
Oleh: Yulius Kristanto, S.S.
Koordinator Bidang Musik Liturgi Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Tulisan ini berawal dari desakan Romo Budi Pras (Budi Raden) agar saya menuliskan suka duka saya ketika menggabungkan koor gereja, baik untuk acara misa di gereja, konser natal, acara Natal bersama TNI – Rakyat, acara untuk instansi di luar gereja, bahkan sampai acara Tahbisan Imam dan yang lebih akbar lagi Tahbisan Uskup tahun lalu. Dan judul di atas pun hasil komentar beberapa bapak ibu yang sering melihat kiprah saya dalam menggabungkan koor-koor di Surabaya.
Memang apabila kita membayangkan keberadaan paduan suara dalam suatu even tertentu dengan jumlah anggota yang cukup banyak (pernah 90an, 150an sampai 500an penyanyi) seakan sulit untuk diwujudkan. Tetapi realita ini ternyata benar-benar saya alami dan saya tangani bersama teman-teman (baik teman bersama tim KPMG (Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi, juga Ibu-ibu koor Bunda Kudus, PS Anak Katedral serta beberapa teman independen) yang dengan suka cita membantu untuk mewujudkan ide-ide yang terasa agak sulit. Saya sering mengajak mereka untuk mengurusi even tertentu karena mereka yang lebih sering saya tangani dalam pelayanan di gereja.
Ada beberapa tahapan yang saya lakukan ketika akan melakukan penggabungan paduan suara tersebut; pertama saya membentuk tim pengurus kecil yang akan mengerjakan berbagai urusan misalnya; pendanaan, fotokopi, kesekretariatan, konsumsi, perlengkapan, publikasi, sampai menbentuk tim doa yang terdiri dari beberapa ibu-ibu. Dengan tim ini saya akan sangat terbantu untuk melangkah yang lebih jauh; kedua mengadakan pertemuan dengan tim pelatih/dirigen beberapa paduan suara yang akan saya ajak kerjasama (membicarakan maksud, tujuan, langkah-langkah, dan mungkin juga menggalang ide-ide baru dari mereka); ketiga membentuk tim teknis latihan dari beberapa pelatih atau dirigen yang ada untuk saling bahu-membahu mempercepat proses latihan di tiap-tiap group dulu; keempat melakukan latihan per group (dengan tim teknis latihan); kelima melakukan monitoring terhadap perkembangan masing-masing tim untuk mengetahui prosesnya. (monitoring kadang dilakukan oleh beberapa teman tim pengurus kecil, kadang mereka juga ikut berlatih bersama tim tersebut); keenam berlatih bersama 2 (dua) minggu terakhir. Ketika latihan bersama inilah, semua pengurus, pelatih, koordinator suara (sopran, alto, tenor, bas) diharapkan langsung terlibat secara aktif. Baik urusan absen, fotokopi lagu, konsumsi (minum/snack/makan nasi), penghubung, pemusik, perlengkapan (alat musik, sound system, kursi, tempat sampah, dll); ketujuh gladi bersih . Acara ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan dan hal-hal yang dirasakan masih kurang baik dari segi teknis maupun non teknis.
Pada tahun 98, ketika saya menggabungkan koor mudika dan mahasiswa sejumlah 100 penyanyi untuk Misa Kebangkitan (Bulan Mei ) di Katedral, ini merupakan pengalaman pertama saya dalam menggabungkan paduan suara di gereja. Dengan dibantu beberapa teman, penggabungan ini pun cukup lancar. Lalu tahun 2003 sampai 2007, saya bersama tim yang berbeda-beda mengoordinir acara Christmas Concert dan Christmas Festival. Baik yang pada mulanya PS Santa Maria, KPMG, gabungan PSAK, Bunda Kudus, PS Lukas, dll. Bahkan termasuk Misa Akbar Tahbisan Uskup Msgr. Vincentius Sutikno W, permasalahan memang rumit, untuk urusan latihan 500 penyanyi yang di bagi menjadi tiga tempat (Paroki Sakramen Maha Kudus, Graha Widya Mandala, SMPK Stella Maris), dengan tim pelatih, konsumsi, perlengkapan dll yang tentunya cukup menyita tenaga dan energi, akhirnya menjadi lebih ringan.
Apalagi pada hari H, baik misa besar, konser Natal dan acara besar lainnya kadang memerlukan sound system yang sangat besar, bisa jadi jumlah mic 15 sampai 40an. Saat seperti ini saya membutuhkan 2 sampai 4 orang untuk membantu operator memberi masukan suara yang dihasilkan dari paduan suara melalui speaker yang ada. Maka lebih kurang 30 menit sebelum misa paduan suara harus melakukan cek sound. Apakah sudah balance atau belum, Apakah ada suara yang menonjol, sopran, alto, tenor dan bas, atau bahkan musik (organ, piano, keyboard atau alat lainnya).
Kesulitan-kesulitan yang sering saya hadapi bersama teman-teman untuk acara semacam ini antara lain; kadang adanya perbedaan kualitas, cara bernyanyi, kemampuan, satu tim dengan yang lain. Maka selama beberapa latihan kadang pelatih berkunjung ke tim yang lain. Atau kadang malah justru diperbanyak latihan vokal (vokalisisnya) dengan cara yang standar. Kesulitan yang kedua terkait dengan kesibukan masing-masing penyanyi yang beda-beda, menyebabkan beberapa anggota yang sudah tercatat, namun absen cukup banyak. Sehingga tim pengurus harus mengambil sikap tegas mencoretnya dan tentunya tetap koordinasi dengan koordinator paduan suaranya masing-masing. Kesulitan berikutnya masalah dana, awal-awal pembentukan tim terkadang dana 0 rupiah. Namun berbekal keyakinan bahwa niatan baik untuk pelayanan pada Tuhan pasti akan dibukakan jalan, permasalahan ini pun akhirnya bisa teratasi dengan sangat baik. Banyak teman yang menghubungkan saya dengan para donator yang dengan suka cita membantu program yang sangat jelas dan bermanfaat besar untuk acara kegerejaan.
Kesulitan lain yang kadang mengganggu tim adalah kebiasaan rewel beberapa anggota, dengan aneka macam tawar menawar latihan, mau ijin, konsumsi kok kurang atau menanyakan makan nasi, teksnya kurang, dan lain-lain. Bila teman-teman tim pengurus menghadapi seperti ini, biasanya
saya minta mereka tetap dengan tenang menyikapinya dan tentu dengan kepala dingin. Karena yang rewel seperti ini biasanya kurang memahami bagaimana tim pengurus jungkir balik menyiapkan semuanya. Kalau yang rewel sudah kebangetan baru dihadapkan ke saya. Biasanya kalau sudah ke saya, orang rewel ini malah malu sendiri, karena saya guyoni dengan kata-kata yang kadang membuat mereka berpikir 10 kali, mau tetap ikut atau tidak. Kalau mau ikut terus tolong hargai kerja keras teman-teman dan bila gak mau nurut akan digantikan orang lain yang lebih baik. Tetapi biasanya beberapa orang yang seperti ini terkadang langsung minta maaf, dan latihan berikutnya biasanya mulai membaik.
Kesulitan yang lain lagi adalah masalah perbedaan teknis pelatih satu dengan yang lain. Hal ini bisa menjadi bumerang saya, apalagi kalau pelatih yang saya ajak lebih dari 3 orang dan susah untuk diajak kerja sama. Waaah, lagu yang sebenarnya gampang untuk digarap menjadi sulit untuk diterapkan. Bahkan ada pelatih yang kadang malahan terlalu berlebihan dalam melatihkan suatu lagu yang berdampak pada pemborosan waktu, sehingga lagu lainnya tidak tersentuh. Maka di sinilah saya dituntut untuk melakukan pendekatan dengannya dan melakukan evaluasi antarpelatih, serta mengharapkan mereka untuk tetap melihat efektivitas dan efisiensi dalam latihan.
Di balik kesulitan, masalah dalam menangani paduan suara gabungan semacam ini tentunya juga sangat banyak suka citanya. Pertemanan, persahabtan, komunikasi yang semakin luas, kepercayaan dari teman-teman dan kalangan gereja (para romo, juga para suster) serta kelompok paduan suara membuat saya senang dan bangga. Kebahagiaan yang tak terkira ketika acara itu selesai, adalah munculnya 5 kata dari para penyanyi ketika mereka menyalami saya dan tim pengurus. (Terima kasih, maafkan, KAPAN LAGI).
Kesempatan untuk menangani kelompok-kelompok semacam ini juga memberi arti tersendiri bagi saya. Terlebih acara yang bernuansa Christmas. Setiap pertengahan November sampai akhir Desember merupakan waktu yang indah untuk mempersiapkan Natal. Dengan menangani beberapa kelompok paduan suara, dengan nyanyian-nyanyian Malam Kudus, O Holy Night, Joy To The World, sampai Felis Navidad membuat semangat pelayanan ini terasa lebih baru kembali dan kesadaran untuk terus/tetap melayani Tuhan di bidang Musik Liturgi seakan lebih mantap. Semoga pengalaman penulis ini semakin menggugah teman-teman pelayan musik liturgi untuk terus setia dalam pelayanan dan semakin bisa menemukan langkah-langkah terobosan untuk kemajuan musik liturgi kita. Amin.
(Yulius Kristanto, S.S. Alumni Fak. Sastra Universitas Airlangga, mantan ketua, pelatih, dirigen PSM Unair, Gemma Inventa, saat ini sebagai Koordinator Musik Liturgi Komlit KS dan Paroki Hati Kudus Yesus- Katedral Surabaya, Staf Pengajar SMAK St. Louis 1, Pelatih PS Akademi Sekretari Widya Mandala, KPMG, Mulit Sinlui, SMA Nasional Plus St. Hendrikus dan beberapa kelompok PS gereja)
Oleh: Yulius Kristanto, S.S.
Koordinator Bidang Musik Liturgi Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Tulisan ini berawal dari desakan Romo Budi Pras (Budi Raden) agar saya menuliskan suka duka saya ketika menggabungkan koor gereja, baik untuk acara misa di gereja, konser natal, acara Natal bersama TNI – Rakyat, acara untuk instansi di luar gereja, bahkan sampai acara Tahbisan Imam dan yang lebih akbar lagi Tahbisan Uskup tahun lalu. Dan judul di atas pun hasil komentar beberapa bapak ibu yang sering melihat kiprah saya dalam menggabungkan koor-koor di Surabaya.
Memang apabila kita membayangkan keberadaan paduan suara dalam suatu even tertentu dengan jumlah anggota yang cukup banyak (pernah 90an, 150an sampai 500an penyanyi) seakan sulit untuk diwujudkan. Tetapi realita ini ternyata benar-benar saya alami dan saya tangani bersama teman-teman (baik teman bersama tim KPMG (Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi, juga Ibu-ibu koor Bunda Kudus, PS Anak Katedral serta beberapa teman independen) yang dengan suka cita membantu untuk mewujudkan ide-ide yang terasa agak sulit. Saya sering mengajak mereka untuk mengurusi even tertentu karena mereka yang lebih sering saya tangani dalam pelayanan di gereja.
Ada beberapa tahapan yang saya lakukan ketika akan melakukan penggabungan paduan suara tersebut; pertama saya membentuk tim pengurus kecil yang akan mengerjakan berbagai urusan misalnya; pendanaan, fotokopi, kesekretariatan, konsumsi, perlengkapan, publikasi, sampai menbentuk tim doa yang terdiri dari beberapa ibu-ibu. Dengan tim ini saya akan sangat terbantu untuk melangkah yang lebih jauh; kedua mengadakan pertemuan dengan tim pelatih/dirigen beberapa paduan suara yang akan saya ajak kerjasama (membicarakan maksud, tujuan, langkah-langkah, dan mungkin juga menggalang ide-ide baru dari mereka); ketiga membentuk tim teknis latihan dari beberapa pelatih atau dirigen yang ada untuk saling bahu-membahu mempercepat proses latihan di tiap-tiap group dulu; keempat melakukan latihan per group (dengan tim teknis latihan); kelima melakukan monitoring terhadap perkembangan masing-masing tim untuk mengetahui prosesnya. (monitoring kadang dilakukan oleh beberapa teman tim pengurus kecil, kadang mereka juga ikut berlatih bersama tim tersebut); keenam berlatih bersama 2 (dua) minggu terakhir. Ketika latihan bersama inilah, semua pengurus, pelatih, koordinator suara (sopran, alto, tenor, bas) diharapkan langsung terlibat secara aktif. Baik urusan absen, fotokopi lagu, konsumsi (minum/snack/makan nasi), penghubung, pemusik, perlengkapan (alat musik, sound system, kursi, tempat sampah, dll); ketujuh gladi bersih . Acara ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan dan hal-hal yang dirasakan masih kurang baik dari segi teknis maupun non teknis.
Pada tahun 98, ketika saya menggabungkan koor mudika dan mahasiswa sejumlah 100 penyanyi untuk Misa Kebangkitan (Bulan Mei ) di Katedral, ini merupakan pengalaman pertama saya dalam menggabungkan paduan suara di gereja. Dengan dibantu beberapa teman, penggabungan ini pun cukup lancar. Lalu tahun 2003 sampai 2007, saya bersama tim yang berbeda-beda mengoordinir acara Christmas Concert dan Christmas Festival. Baik yang pada mulanya PS Santa Maria, KPMG, gabungan PSAK, Bunda Kudus, PS Lukas, dll. Bahkan termasuk Misa Akbar Tahbisan Uskup Msgr. Vincentius Sutikno W, permasalahan memang rumit, untuk urusan latihan 500 penyanyi yang di bagi menjadi tiga tempat (Paroki Sakramen Maha Kudus, Graha Widya Mandala, SMPK Stella Maris), dengan tim pelatih, konsumsi, perlengkapan dll yang tentunya cukup menyita tenaga dan energi, akhirnya menjadi lebih ringan.
Apalagi pada hari H, baik misa besar, konser Natal dan acara besar lainnya kadang memerlukan sound system yang sangat besar, bisa jadi jumlah mic 15 sampai 40an. Saat seperti ini saya membutuhkan 2 sampai 4 orang untuk membantu operator memberi masukan suara yang dihasilkan dari paduan suara melalui speaker yang ada. Maka lebih kurang 30 menit sebelum misa paduan suara harus melakukan cek sound. Apakah sudah balance atau belum, Apakah ada suara yang menonjol, sopran, alto, tenor dan bas, atau bahkan musik (organ, piano, keyboard atau alat lainnya).
Kesulitan-kesulitan yang sering saya hadapi bersama teman-teman untuk acara semacam ini antara lain; kadang adanya perbedaan kualitas, cara bernyanyi, kemampuan, satu tim dengan yang lain. Maka selama beberapa latihan kadang pelatih berkunjung ke tim yang lain. Atau kadang malah justru diperbanyak latihan vokal (vokalisisnya) dengan cara yang standar. Kesulitan yang kedua terkait dengan kesibukan masing-masing penyanyi yang beda-beda, menyebabkan beberapa anggota yang sudah tercatat, namun absen cukup banyak. Sehingga tim pengurus harus mengambil sikap tegas mencoretnya dan tentunya tetap koordinasi dengan koordinator paduan suaranya masing-masing. Kesulitan berikutnya masalah dana, awal-awal pembentukan tim terkadang dana 0 rupiah. Namun berbekal keyakinan bahwa niatan baik untuk pelayanan pada Tuhan pasti akan dibukakan jalan, permasalahan ini pun akhirnya bisa teratasi dengan sangat baik. Banyak teman yang menghubungkan saya dengan para donator yang dengan suka cita membantu program yang sangat jelas dan bermanfaat besar untuk acara kegerejaan.
Kesulitan lain yang kadang mengganggu tim adalah kebiasaan rewel beberapa anggota, dengan aneka macam tawar menawar latihan, mau ijin, konsumsi kok kurang atau menanyakan makan nasi, teksnya kurang, dan lain-lain. Bila teman-teman tim pengurus menghadapi seperti ini, biasanya
saya minta mereka tetap dengan tenang menyikapinya dan tentu dengan kepala dingin. Karena yang rewel seperti ini biasanya kurang memahami bagaimana tim pengurus jungkir balik menyiapkan semuanya. Kalau yang rewel sudah kebangetan baru dihadapkan ke saya. Biasanya kalau sudah ke saya, orang rewel ini malah malu sendiri, karena saya guyoni dengan kata-kata yang kadang membuat mereka berpikir 10 kali, mau tetap ikut atau tidak. Kalau mau ikut terus tolong hargai kerja keras teman-teman dan bila gak mau nurut akan digantikan orang lain yang lebih baik. Tetapi biasanya beberapa orang yang seperti ini terkadang langsung minta maaf, dan latihan berikutnya biasanya mulai membaik.
Kesulitan yang lain lagi adalah masalah perbedaan teknis pelatih satu dengan yang lain. Hal ini bisa menjadi bumerang saya, apalagi kalau pelatih yang saya ajak lebih dari 3 orang dan susah untuk diajak kerja sama. Waaah, lagu yang sebenarnya gampang untuk digarap menjadi sulit untuk diterapkan. Bahkan ada pelatih yang kadang malahan terlalu berlebihan dalam melatihkan suatu lagu yang berdampak pada pemborosan waktu, sehingga lagu lainnya tidak tersentuh. Maka di sinilah saya dituntut untuk melakukan pendekatan dengannya dan melakukan evaluasi antarpelatih, serta mengharapkan mereka untuk tetap melihat efektivitas dan efisiensi dalam latihan.
Di balik kesulitan, masalah dalam menangani paduan suara gabungan semacam ini tentunya juga sangat banyak suka citanya. Pertemanan, persahabtan, komunikasi yang semakin luas, kepercayaan dari teman-teman dan kalangan gereja (para romo, juga para suster) serta kelompok paduan suara membuat saya senang dan bangga. Kebahagiaan yang tak terkira ketika acara itu selesai, adalah munculnya 5 kata dari para penyanyi ketika mereka menyalami saya dan tim pengurus. (Terima kasih, maafkan, KAPAN LAGI).
Kesempatan untuk menangani kelompok-kelompok semacam ini juga memberi arti tersendiri bagi saya. Terlebih acara yang bernuansa Christmas. Setiap pertengahan November sampai akhir Desember merupakan waktu yang indah untuk mempersiapkan Natal. Dengan menangani beberapa kelompok paduan suara, dengan nyanyian-nyanyian Malam Kudus, O Holy Night, Joy To The World, sampai Felis Navidad membuat semangat pelayanan ini terasa lebih baru kembali dan kesadaran untuk terus/tetap melayani Tuhan di bidang Musik Liturgi seakan lebih mantap. Semoga pengalaman penulis ini semakin menggugah teman-teman pelayan musik liturgi untuk terus setia dalam pelayanan dan semakin bisa menemukan langkah-langkah terobosan untuk kemajuan musik liturgi kita. Amin.
(Yulius Kristanto, S.S. Alumni Fak. Sastra Universitas Airlangga, mantan ketua, pelatih, dirigen PSM Unair, Gemma Inventa, saat ini sebagai Koordinator Musik Liturgi Komlit KS dan Paroki Hati Kudus Yesus- Katedral Surabaya, Staf Pengajar SMAK St. Louis 1, Pelatih PS Akademi Sekretari Widya Mandala, KPMG, Mulit Sinlui, SMA Nasional Plus St. Hendrikus dan beberapa kelompok PS gereja)
Selasa, 02 Desember 2008
Belajar Melayani pada Paduan Suara Caecilia (usia 58 th)
Memuji Tuhan Selamanya !!!
Penghargaan Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya
untuk Paduan Suara Caecilia (tertua dalam Pelayanan) 58 tahun
& dirigen tertua Ibu Agus Yani (80 tahun)
Mungkin ini baru yang pertama di Keuskupan Surabaya, Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya memberikan penghargaan kepada Paduan Suara Caecilia tertua dalam Pelayanan di Paroki ini sejak tahun 1950 (sudah 58 tahun), dan penghargaan kepada seorang dirigen / pelatih Koor tertua yaitu Ibu C. Agus Yani yang berusia 80 tahun. Romo Y. Eko Budi Susilo dalam kotbah dan sambutannya berulang kali menyampaikan kekagumannya kepada Paduan Suara Caecilia yang terdiri dari ibu-ibu yang sebagian besar usianya di atas 50-an tahun. Berkat kesetiaan dalam pelayanan , ketelatenan para pengurus, dirigen, dan tentunya berkat rahmat Tuhan yang luar biasa mereka dapat bertahan sampai saat ini. Suaranya pun tidak kalah dengan yang muda-muda. Masih Cliiing, dan melengking bak suara-suara malaikat di surga.
Penghargaan tersebut diberikan oleh Romo Eko Budi Susilo Kepala Paroki HKY dalam rangka Pesta nama St. Caecilia (Sesilia) pelindung Paduan Suara dan pelayan musik gerejawi. Dalam pesta nama ini dihadiri oleh 600-an umat yang terdiri para dirigen, organis, anggota koor, pemazmur, lektor, assiten imam, dewan paroki dan para undangan lainnya. Dengan diawali misa kudus pukul; 18.00 dan dipimpin langsung romo kepala Paroki. Misa berlangsung meriah dan mengesankan karena 95 % umat di dalam gereja adalah orang-orang koor, sehingga setiap nyanyian betul-betul diikuti oleh umat yang hadir. Penulis sebagai dirigen umat dengan organis Amelinda sungguh terkesan dengan partisipasi umat yang begitu mempesona. Tak terbayangkan bila hal ini selalu terjadi setiap sabtu dan minggu di semua gereja Katolik. Umat secara aktif ikut bernyanyi, secara meriah memuji Tuhan. (Hanya kapan ya ?)
Setelah perayaan Misa dan pemberian penghargaan, dilanjutkan dengan ramah-tamah dan makan malam bersama di samping gereja dengan dihibur penyanyi-penyanyi gereja, Esti, Yolita, Ino, dengan iringan keybordis bapak Ongky yang sangat berpengalaman. Bahkan Bapak dan Ibu Agus Yani pun tak ketinggalan menyanyikan lagu semi klasik O Solemio (matahariku) yang merupakan lagu kenangan mereka berdua ketika masih pacaran tahun 50-an.
Paduan Suara Caecilia yang awalnya di dirigeni oleh Ibu Probo (kakak Ibu agus Yani) dan berlatih di Jalan Kahuripan ini, kemudian dilanjutkan oleh Ibu Agus Yani tahun 1976 sampai sekarang. Sebagai paduan suara yang terdiri dari kaum hawa saja , kelompok ini pantas diberi acungan jempol dalam pelayanannya di Paroki HKY. Meski sudah tergolong sepuh-sepuh, namun Ps ini sungguh bisa menjadi contoh bagi koor-koor yang ada. Selain rajin dalam berlatih dan pelayanan misa di gereja yang sebulan sekali dan mengisi pemberkatan pernikahan , PS yang diperkuat lebih kurang 25-30 ibu-ibu ini juga berkali-kali menjadi paduan suara pengisi kekosongan apabila ada kelompok koor yang tiba-tiba berhalangan tanpa sebab yang jelas. Seperti yang disampaikan Bu Parto (sie Paduan Suara) HKY ,”Keberadaan Koor Caecilia ini sungguh perlu menjadi contoh bagi yang lain, saya sangat berterima kasih kepada Koor ini karena sering menjadi jujugan sebagai koor pengganti, bila tiba-tiba misa minggu tidak ada koornya. Bahkan pernah sabtu siang diberitahu, minggu pagi langsung menyanyi di gereja misa pukul 07.15 atau 09.15. Hal ini bukan hanya sekali , dua kali saja, tetapi berulang kali dan bertahun-tahun terjadi.“
Sukses selalu untuk Paduan Suara Caecilia, dan Ibu Agus Yani, Maju terus dalam pelayanan Tuhan memberkati. Semoga langkah yang ditempuh Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya ini memberi inspirasi untuk paroki-paroki yang lain untuk memberikan apresiasi kepada pelayan-pelayan musik gereja yang tentunya bisa menjadi contoh bagi yang lain. Dan semoga keberadaan Paduan Suara Caecilia dan pelayanan Ibu Agus Yani, akan memacu semangat para pelayan musik gereja untuk senantiasa setia , bertekun, dan sabar dalam pelayanan. Ternyata kualitas bernyanyi saja belum cukup untuk mengukur paduan suara bisa dikatakan luar biasa. Namun proses waktu akan juga menentukan paduan suara kita. Masih setia atau tidak. Semoga masih…, melayani dan memuji Tuhan Selamanya. Amin. (Yulius Kristanto, S.S.
-Bidang Musik Liturgi HKY & Komlit KS).
Penghargaan Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya
untuk Paduan Suara Caecilia (tertua dalam Pelayanan) 58 tahun
& dirigen tertua Ibu Agus Yani (80 tahun)
Mungkin ini baru yang pertama di Keuskupan Surabaya, Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya memberikan penghargaan kepada Paduan Suara Caecilia tertua dalam Pelayanan di Paroki ini sejak tahun 1950 (sudah 58 tahun), dan penghargaan kepada seorang dirigen / pelatih Koor tertua yaitu Ibu C. Agus Yani yang berusia 80 tahun. Romo Y. Eko Budi Susilo dalam kotbah dan sambutannya berulang kali menyampaikan kekagumannya kepada Paduan Suara Caecilia yang terdiri dari ibu-ibu yang sebagian besar usianya di atas 50-an tahun. Berkat kesetiaan dalam pelayanan , ketelatenan para pengurus, dirigen, dan tentunya berkat rahmat Tuhan yang luar biasa mereka dapat bertahan sampai saat ini. Suaranya pun tidak kalah dengan yang muda-muda. Masih Cliiing, dan melengking bak suara-suara malaikat di surga.
Penghargaan tersebut diberikan oleh Romo Eko Budi Susilo Kepala Paroki HKY dalam rangka Pesta nama St. Caecilia (Sesilia) pelindung Paduan Suara dan pelayan musik gerejawi. Dalam pesta nama ini dihadiri oleh 600-an umat yang terdiri para dirigen, organis, anggota koor, pemazmur, lektor, assiten imam, dewan paroki dan para undangan lainnya. Dengan diawali misa kudus pukul; 18.00 dan dipimpin langsung romo kepala Paroki. Misa berlangsung meriah dan mengesankan karena 95 % umat di dalam gereja adalah orang-orang koor, sehingga setiap nyanyian betul-betul diikuti oleh umat yang hadir. Penulis sebagai dirigen umat dengan organis Amelinda sungguh terkesan dengan partisipasi umat yang begitu mempesona. Tak terbayangkan bila hal ini selalu terjadi setiap sabtu dan minggu di semua gereja Katolik. Umat secara aktif ikut bernyanyi, secara meriah memuji Tuhan. (Hanya kapan ya ?)
Setelah perayaan Misa dan pemberian penghargaan, dilanjutkan dengan ramah-tamah dan makan malam bersama di samping gereja dengan dihibur penyanyi-penyanyi gereja, Esti, Yolita, Ino, dengan iringan keybordis bapak Ongky yang sangat berpengalaman. Bahkan Bapak dan Ibu Agus Yani pun tak ketinggalan menyanyikan lagu semi klasik O Solemio (matahariku) yang merupakan lagu kenangan mereka berdua ketika masih pacaran tahun 50-an.
Paduan Suara Caecilia yang awalnya di dirigeni oleh Ibu Probo (kakak Ibu agus Yani) dan berlatih di Jalan Kahuripan ini, kemudian dilanjutkan oleh Ibu Agus Yani tahun 1976 sampai sekarang. Sebagai paduan suara yang terdiri dari kaum hawa saja , kelompok ini pantas diberi acungan jempol dalam pelayanannya di Paroki HKY. Meski sudah tergolong sepuh-sepuh, namun Ps ini sungguh bisa menjadi contoh bagi koor-koor yang ada. Selain rajin dalam berlatih dan pelayanan misa di gereja yang sebulan sekali dan mengisi pemberkatan pernikahan , PS yang diperkuat lebih kurang 25-30 ibu-ibu ini juga berkali-kali menjadi paduan suara pengisi kekosongan apabila ada kelompok koor yang tiba-tiba berhalangan tanpa sebab yang jelas. Seperti yang disampaikan Bu Parto (sie Paduan Suara) HKY ,”Keberadaan Koor Caecilia ini sungguh perlu menjadi contoh bagi yang lain, saya sangat berterima kasih kepada Koor ini karena sering menjadi jujugan sebagai koor pengganti, bila tiba-tiba misa minggu tidak ada koornya. Bahkan pernah sabtu siang diberitahu, minggu pagi langsung menyanyi di gereja misa pukul 07.15 atau 09.15. Hal ini bukan hanya sekali , dua kali saja, tetapi berulang kali dan bertahun-tahun terjadi.“
Sukses selalu untuk Paduan Suara Caecilia, dan Ibu Agus Yani, Maju terus dalam pelayanan Tuhan memberkati. Semoga langkah yang ditempuh Paroki Hati Kudus Yesus – Katedral Surabaya ini memberi inspirasi untuk paroki-paroki yang lain untuk memberikan apresiasi kepada pelayan-pelayan musik gereja yang tentunya bisa menjadi contoh bagi yang lain. Dan semoga keberadaan Paduan Suara Caecilia dan pelayanan Ibu Agus Yani, akan memacu semangat para pelayan musik gereja untuk senantiasa setia , bertekun, dan sabar dalam pelayanan. Ternyata kualitas bernyanyi saja belum cukup untuk mengukur paduan suara bisa dikatakan luar biasa. Namun proses waktu akan juga menentukan paduan suara kita. Masih setia atau tidak. Semoga masih…, melayani dan memuji Tuhan Selamanya. Amin. (Yulius Kristanto, S.S.
-Bidang Musik Liturgi HKY & Komlit KS).
Langganan:
Postingan (Atom)