Senin, 29 Desember 2008
Tukang NGGABUNG Koor
Julukan Saya: Tukang Nggabung Koor
Oleh: Yulius Kristanto, S.S.
Koordinator Bidang Musik Liturgi Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Tulisan ini berawal dari desakan Romo Budi Pras (Budi Raden) agar saya menuliskan suka duka saya ketika menggabungkan koor gereja, baik untuk acara misa di gereja, konser natal, acara Natal bersama TNI – Rakyat, acara untuk instansi di luar gereja, bahkan sampai acara Tahbisan Imam dan yang lebih akbar lagi Tahbisan Uskup tahun lalu. Dan judul di atas pun hasil komentar beberapa bapak ibu yang sering melihat kiprah saya dalam menggabungkan koor-koor di Surabaya.
Memang apabila kita membayangkan keberadaan paduan suara dalam suatu even tertentu dengan jumlah anggota yang cukup banyak (pernah 90an, 150an sampai 500an penyanyi) seakan sulit untuk diwujudkan. Tetapi realita ini ternyata benar-benar saya alami dan saya tangani bersama teman-teman (baik teman bersama tim KPMG (Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi, juga Ibu-ibu koor Bunda Kudus, PS Anak Katedral serta beberapa teman independen) yang dengan suka cita membantu untuk mewujudkan ide-ide yang terasa agak sulit. Saya sering mengajak mereka untuk mengurusi even tertentu karena mereka yang lebih sering saya tangani dalam pelayanan di gereja.
Ada beberapa tahapan yang saya lakukan ketika akan melakukan penggabungan paduan suara tersebut; pertama saya membentuk tim pengurus kecil yang akan mengerjakan berbagai urusan misalnya; pendanaan, fotokopi, kesekretariatan, konsumsi, perlengkapan, publikasi, sampai menbentuk tim doa yang terdiri dari beberapa ibu-ibu. Dengan tim ini saya akan sangat terbantu untuk melangkah yang lebih jauh; kedua mengadakan pertemuan dengan tim pelatih/dirigen beberapa paduan suara yang akan saya ajak kerjasama (membicarakan maksud, tujuan, langkah-langkah, dan mungkin juga menggalang ide-ide baru dari mereka); ketiga membentuk tim teknis latihan dari beberapa pelatih atau dirigen yang ada untuk saling bahu-membahu mempercepat proses latihan di tiap-tiap group dulu; keempat melakukan latihan per group (dengan tim teknis latihan); kelima melakukan monitoring terhadap perkembangan masing-masing tim untuk mengetahui prosesnya. (monitoring kadang dilakukan oleh beberapa teman tim pengurus kecil, kadang mereka juga ikut berlatih bersama tim tersebut); keenam berlatih bersama 2 (dua) minggu terakhir. Ketika latihan bersama inilah, semua pengurus, pelatih, koordinator suara (sopran, alto, tenor, bas) diharapkan langsung terlibat secara aktif. Baik urusan absen, fotokopi lagu, konsumsi (minum/snack/makan nasi), penghubung, pemusik, perlengkapan (alat musik, sound system, kursi, tempat sampah, dll); ketujuh gladi bersih . Acara ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan dan hal-hal yang dirasakan masih kurang baik dari segi teknis maupun non teknis.
Pada tahun 98, ketika saya menggabungkan koor mudika dan mahasiswa sejumlah 100 penyanyi untuk Misa Kebangkitan (Bulan Mei ) di Katedral, ini merupakan pengalaman pertama saya dalam menggabungkan paduan suara di gereja. Dengan dibantu beberapa teman, penggabungan ini pun cukup lancar. Lalu tahun 2003 sampai 2007, saya bersama tim yang berbeda-beda mengoordinir acara Christmas Concert dan Christmas Festival. Baik yang pada mulanya PS Santa Maria, KPMG, gabungan PSAK, Bunda Kudus, PS Lukas, dll. Bahkan termasuk Misa Akbar Tahbisan Uskup Msgr. Vincentius Sutikno W, permasalahan memang rumit, untuk urusan latihan 500 penyanyi yang di bagi menjadi tiga tempat (Paroki Sakramen Maha Kudus, Graha Widya Mandala, SMPK Stella Maris), dengan tim pelatih, konsumsi, perlengkapan dll yang tentunya cukup menyita tenaga dan energi, akhirnya menjadi lebih ringan.
Apalagi pada hari H, baik misa besar, konser Natal dan acara besar lainnya kadang memerlukan sound system yang sangat besar, bisa jadi jumlah mic 15 sampai 40an. Saat seperti ini saya membutuhkan 2 sampai 4 orang untuk membantu operator memberi masukan suara yang dihasilkan dari paduan suara melalui speaker yang ada. Maka lebih kurang 30 menit sebelum misa paduan suara harus melakukan cek sound. Apakah sudah balance atau belum, Apakah ada suara yang menonjol, sopran, alto, tenor dan bas, atau bahkan musik (organ, piano, keyboard atau alat lainnya).
Kesulitan-kesulitan yang sering saya hadapi bersama teman-teman untuk acara semacam ini antara lain; kadang adanya perbedaan kualitas, cara bernyanyi, kemampuan, satu tim dengan yang lain. Maka selama beberapa latihan kadang pelatih berkunjung ke tim yang lain. Atau kadang malah justru diperbanyak latihan vokal (vokalisisnya) dengan cara yang standar. Kesulitan yang kedua terkait dengan kesibukan masing-masing penyanyi yang beda-beda, menyebabkan beberapa anggota yang sudah tercatat, namun absen cukup banyak. Sehingga tim pengurus harus mengambil sikap tegas mencoretnya dan tentunya tetap koordinasi dengan koordinator paduan suaranya masing-masing. Kesulitan berikutnya masalah dana, awal-awal pembentukan tim terkadang dana 0 rupiah. Namun berbekal keyakinan bahwa niatan baik untuk pelayanan pada Tuhan pasti akan dibukakan jalan, permasalahan ini pun akhirnya bisa teratasi dengan sangat baik. Banyak teman yang menghubungkan saya dengan para donator yang dengan suka cita membantu program yang sangat jelas dan bermanfaat besar untuk acara kegerejaan.
Kesulitan lain yang kadang mengganggu tim adalah kebiasaan rewel beberapa anggota, dengan aneka macam tawar menawar latihan, mau ijin, konsumsi kok kurang atau menanyakan makan nasi, teksnya kurang, dan lain-lain. Bila teman-teman tim pengurus menghadapi seperti ini, biasanya
saya minta mereka tetap dengan tenang menyikapinya dan tentu dengan kepala dingin. Karena yang rewel seperti ini biasanya kurang memahami bagaimana tim pengurus jungkir balik menyiapkan semuanya. Kalau yang rewel sudah kebangetan baru dihadapkan ke saya. Biasanya kalau sudah ke saya, orang rewel ini malah malu sendiri, karena saya guyoni dengan kata-kata yang kadang membuat mereka berpikir 10 kali, mau tetap ikut atau tidak. Kalau mau ikut terus tolong hargai kerja keras teman-teman dan bila gak mau nurut akan digantikan orang lain yang lebih baik. Tetapi biasanya beberapa orang yang seperti ini terkadang langsung minta maaf, dan latihan berikutnya biasanya mulai membaik.
Kesulitan yang lain lagi adalah masalah perbedaan teknis pelatih satu dengan yang lain. Hal ini bisa menjadi bumerang saya, apalagi kalau pelatih yang saya ajak lebih dari 3 orang dan susah untuk diajak kerja sama. Waaah, lagu yang sebenarnya gampang untuk digarap menjadi sulit untuk diterapkan. Bahkan ada pelatih yang kadang malahan terlalu berlebihan dalam melatihkan suatu lagu yang berdampak pada pemborosan waktu, sehingga lagu lainnya tidak tersentuh. Maka di sinilah saya dituntut untuk melakukan pendekatan dengannya dan melakukan evaluasi antarpelatih, serta mengharapkan mereka untuk tetap melihat efektivitas dan efisiensi dalam latihan.
Di balik kesulitan, masalah dalam menangani paduan suara gabungan semacam ini tentunya juga sangat banyak suka citanya. Pertemanan, persahabtan, komunikasi yang semakin luas, kepercayaan dari teman-teman dan kalangan gereja (para romo, juga para suster) serta kelompok paduan suara membuat saya senang dan bangga. Kebahagiaan yang tak terkira ketika acara itu selesai, adalah munculnya 5 kata dari para penyanyi ketika mereka menyalami saya dan tim pengurus. (Terima kasih, maafkan, KAPAN LAGI).
Kesempatan untuk menangani kelompok-kelompok semacam ini juga memberi arti tersendiri bagi saya. Terlebih acara yang bernuansa Christmas. Setiap pertengahan November sampai akhir Desember merupakan waktu yang indah untuk mempersiapkan Natal. Dengan menangani beberapa kelompok paduan suara, dengan nyanyian-nyanyian Malam Kudus, O Holy Night, Joy To The World, sampai Felis Navidad membuat semangat pelayanan ini terasa lebih baru kembali dan kesadaran untuk terus/tetap melayani Tuhan di bidang Musik Liturgi seakan lebih mantap. Semoga pengalaman penulis ini semakin menggugah teman-teman pelayan musik liturgi untuk terus setia dalam pelayanan dan semakin bisa menemukan langkah-langkah terobosan untuk kemajuan musik liturgi kita. Amin.
(Yulius Kristanto, S.S. Alumni Fak. Sastra Universitas Airlangga, mantan ketua, pelatih, dirigen PSM Unair, Gemma Inventa, saat ini sebagai Koordinator Musik Liturgi Komlit KS dan Paroki Hati Kudus Yesus- Katedral Surabaya, Staf Pengajar SMAK St. Louis 1, Pelatih PS Akademi Sekretari Widya Mandala, KPMG, Mulit Sinlui, SMA Nasional Plus St. Hendrikus dan beberapa kelompok PS gereja)
Oleh: Yulius Kristanto, S.S.
Koordinator Bidang Musik Liturgi Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Tulisan ini berawal dari desakan Romo Budi Pras (Budi Raden) agar saya menuliskan suka duka saya ketika menggabungkan koor gereja, baik untuk acara misa di gereja, konser natal, acara Natal bersama TNI – Rakyat, acara untuk instansi di luar gereja, bahkan sampai acara Tahbisan Imam dan yang lebih akbar lagi Tahbisan Uskup tahun lalu. Dan judul di atas pun hasil komentar beberapa bapak ibu yang sering melihat kiprah saya dalam menggabungkan koor-koor di Surabaya.
Memang apabila kita membayangkan keberadaan paduan suara dalam suatu even tertentu dengan jumlah anggota yang cukup banyak (pernah 90an, 150an sampai 500an penyanyi) seakan sulit untuk diwujudkan. Tetapi realita ini ternyata benar-benar saya alami dan saya tangani bersama teman-teman (baik teman bersama tim KPMG (Kelompok Pelayanan Musik Gerejawi, juga Ibu-ibu koor Bunda Kudus, PS Anak Katedral serta beberapa teman independen) yang dengan suka cita membantu untuk mewujudkan ide-ide yang terasa agak sulit. Saya sering mengajak mereka untuk mengurusi even tertentu karena mereka yang lebih sering saya tangani dalam pelayanan di gereja.
Ada beberapa tahapan yang saya lakukan ketika akan melakukan penggabungan paduan suara tersebut; pertama saya membentuk tim pengurus kecil yang akan mengerjakan berbagai urusan misalnya; pendanaan, fotokopi, kesekretariatan, konsumsi, perlengkapan, publikasi, sampai menbentuk tim doa yang terdiri dari beberapa ibu-ibu. Dengan tim ini saya akan sangat terbantu untuk melangkah yang lebih jauh; kedua mengadakan pertemuan dengan tim pelatih/dirigen beberapa paduan suara yang akan saya ajak kerjasama (membicarakan maksud, tujuan, langkah-langkah, dan mungkin juga menggalang ide-ide baru dari mereka); ketiga membentuk tim teknis latihan dari beberapa pelatih atau dirigen yang ada untuk saling bahu-membahu mempercepat proses latihan di tiap-tiap group dulu; keempat melakukan latihan per group (dengan tim teknis latihan); kelima melakukan monitoring terhadap perkembangan masing-masing tim untuk mengetahui prosesnya. (monitoring kadang dilakukan oleh beberapa teman tim pengurus kecil, kadang mereka juga ikut berlatih bersama tim tersebut); keenam berlatih bersama 2 (dua) minggu terakhir. Ketika latihan bersama inilah, semua pengurus, pelatih, koordinator suara (sopran, alto, tenor, bas) diharapkan langsung terlibat secara aktif. Baik urusan absen, fotokopi lagu, konsumsi (minum/snack/makan nasi), penghubung, pemusik, perlengkapan (alat musik, sound system, kursi, tempat sampah, dll); ketujuh gladi bersih . Acara ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan dan hal-hal yang dirasakan masih kurang baik dari segi teknis maupun non teknis.
Pada tahun 98, ketika saya menggabungkan koor mudika dan mahasiswa sejumlah 100 penyanyi untuk Misa Kebangkitan (Bulan Mei ) di Katedral, ini merupakan pengalaman pertama saya dalam menggabungkan paduan suara di gereja. Dengan dibantu beberapa teman, penggabungan ini pun cukup lancar. Lalu tahun 2003 sampai 2007, saya bersama tim yang berbeda-beda mengoordinir acara Christmas Concert dan Christmas Festival. Baik yang pada mulanya PS Santa Maria, KPMG, gabungan PSAK, Bunda Kudus, PS Lukas, dll. Bahkan termasuk Misa Akbar Tahbisan Uskup Msgr. Vincentius Sutikno W, permasalahan memang rumit, untuk urusan latihan 500 penyanyi yang di bagi menjadi tiga tempat (Paroki Sakramen Maha Kudus, Graha Widya Mandala, SMPK Stella Maris), dengan tim pelatih, konsumsi, perlengkapan dll yang tentunya cukup menyita tenaga dan energi, akhirnya menjadi lebih ringan.
Apalagi pada hari H, baik misa besar, konser Natal dan acara besar lainnya kadang memerlukan sound system yang sangat besar, bisa jadi jumlah mic 15 sampai 40an. Saat seperti ini saya membutuhkan 2 sampai 4 orang untuk membantu operator memberi masukan suara yang dihasilkan dari paduan suara melalui speaker yang ada. Maka lebih kurang 30 menit sebelum misa paduan suara harus melakukan cek sound. Apakah sudah balance atau belum, Apakah ada suara yang menonjol, sopran, alto, tenor dan bas, atau bahkan musik (organ, piano, keyboard atau alat lainnya).
Kesulitan-kesulitan yang sering saya hadapi bersama teman-teman untuk acara semacam ini antara lain; kadang adanya perbedaan kualitas, cara bernyanyi, kemampuan, satu tim dengan yang lain. Maka selama beberapa latihan kadang pelatih berkunjung ke tim yang lain. Atau kadang malah justru diperbanyak latihan vokal (vokalisisnya) dengan cara yang standar. Kesulitan yang kedua terkait dengan kesibukan masing-masing penyanyi yang beda-beda, menyebabkan beberapa anggota yang sudah tercatat, namun absen cukup banyak. Sehingga tim pengurus harus mengambil sikap tegas mencoretnya dan tentunya tetap koordinasi dengan koordinator paduan suaranya masing-masing. Kesulitan berikutnya masalah dana, awal-awal pembentukan tim terkadang dana 0 rupiah. Namun berbekal keyakinan bahwa niatan baik untuk pelayanan pada Tuhan pasti akan dibukakan jalan, permasalahan ini pun akhirnya bisa teratasi dengan sangat baik. Banyak teman yang menghubungkan saya dengan para donator yang dengan suka cita membantu program yang sangat jelas dan bermanfaat besar untuk acara kegerejaan.
Kesulitan lain yang kadang mengganggu tim adalah kebiasaan rewel beberapa anggota, dengan aneka macam tawar menawar latihan, mau ijin, konsumsi kok kurang atau menanyakan makan nasi, teksnya kurang, dan lain-lain. Bila teman-teman tim pengurus menghadapi seperti ini, biasanya
saya minta mereka tetap dengan tenang menyikapinya dan tentu dengan kepala dingin. Karena yang rewel seperti ini biasanya kurang memahami bagaimana tim pengurus jungkir balik menyiapkan semuanya. Kalau yang rewel sudah kebangetan baru dihadapkan ke saya. Biasanya kalau sudah ke saya, orang rewel ini malah malu sendiri, karena saya guyoni dengan kata-kata yang kadang membuat mereka berpikir 10 kali, mau tetap ikut atau tidak. Kalau mau ikut terus tolong hargai kerja keras teman-teman dan bila gak mau nurut akan digantikan orang lain yang lebih baik. Tetapi biasanya beberapa orang yang seperti ini terkadang langsung minta maaf, dan latihan berikutnya biasanya mulai membaik.
Kesulitan yang lain lagi adalah masalah perbedaan teknis pelatih satu dengan yang lain. Hal ini bisa menjadi bumerang saya, apalagi kalau pelatih yang saya ajak lebih dari 3 orang dan susah untuk diajak kerja sama. Waaah, lagu yang sebenarnya gampang untuk digarap menjadi sulit untuk diterapkan. Bahkan ada pelatih yang kadang malahan terlalu berlebihan dalam melatihkan suatu lagu yang berdampak pada pemborosan waktu, sehingga lagu lainnya tidak tersentuh. Maka di sinilah saya dituntut untuk melakukan pendekatan dengannya dan melakukan evaluasi antarpelatih, serta mengharapkan mereka untuk tetap melihat efektivitas dan efisiensi dalam latihan.
Di balik kesulitan, masalah dalam menangani paduan suara gabungan semacam ini tentunya juga sangat banyak suka citanya. Pertemanan, persahabtan, komunikasi yang semakin luas, kepercayaan dari teman-teman dan kalangan gereja (para romo, juga para suster) serta kelompok paduan suara membuat saya senang dan bangga. Kebahagiaan yang tak terkira ketika acara itu selesai, adalah munculnya 5 kata dari para penyanyi ketika mereka menyalami saya dan tim pengurus. (Terima kasih, maafkan, KAPAN LAGI).
Kesempatan untuk menangani kelompok-kelompok semacam ini juga memberi arti tersendiri bagi saya. Terlebih acara yang bernuansa Christmas. Setiap pertengahan November sampai akhir Desember merupakan waktu yang indah untuk mempersiapkan Natal. Dengan menangani beberapa kelompok paduan suara, dengan nyanyian-nyanyian Malam Kudus, O Holy Night, Joy To The World, sampai Felis Navidad membuat semangat pelayanan ini terasa lebih baru kembali dan kesadaran untuk terus/tetap melayani Tuhan di bidang Musik Liturgi seakan lebih mantap. Semoga pengalaman penulis ini semakin menggugah teman-teman pelayan musik liturgi untuk terus setia dalam pelayanan dan semakin bisa menemukan langkah-langkah terobosan untuk kemajuan musik liturgi kita. Amin.
(Yulius Kristanto, S.S. Alumni Fak. Sastra Universitas Airlangga, mantan ketua, pelatih, dirigen PSM Unair, Gemma Inventa, saat ini sebagai Koordinator Musik Liturgi Komlit KS dan Paroki Hati Kudus Yesus- Katedral Surabaya, Staf Pengajar SMAK St. Louis 1, Pelatih PS Akademi Sekretari Widya Mandala, KPMG, Mulit Sinlui, SMA Nasional Plus St. Hendrikus dan beberapa kelompok PS gereja)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar