Sabtu, 24 Oktober 2009
Waaaaoooouuuuw Lima Bulan Sembunyi.
Waaah..., memang ternyata agak sulit juga, untuk melototi blog ini n kemudian nulis apaaaalah. Selain karena waktu yang padaaaaat, juga kadang kesibukan yang lumayan penuh membuat pikiran kurang freeeeeeeeesssssh untuk sekedar menuangkan ide2 lainn.
MUSIK LITURGI Sinlui pun punya kesibukan yang cukup lumayan, Tampil menjelang raportan di depan ORTU juni, persiapan MOS siswa baru juli, kemudian acara Misa sekolah, Upacara 17 an, Pembukaan Pameran Pendidikan, kmd Basaar Sinlui. Naaaah foto-fot akan segera menyusul. Tuuuuungguuuuu.
MUSIK LITURGI Sinlui pun punya kesibukan yang cukup lumayan, Tampil menjelang raportan di depan ORTU juni, persiapan MOS siswa baru juli, kemudian acara Misa sekolah, Upacara 17 an, Pembukaan Pameran Pendidikan, kmd Basaar Sinlui. Naaaah foto-fot akan segera menyusul. Tuuuuungguuuuu.
Selasa, 12 Mei 2009
TETAP Semangat!!!!!!!
Baru aja Musik Liturgi Sinlui bertugas, di Katedral Rabu 13 Mei 2009 pukul 07.30 dalam Misa Sekolah menjelang UU. Penampilan kali ini sedikit beda, terutama ada lagu Madah syukur Joyful2nya Bethoven. Meski baru pertama dinyanyikan , tapi cukuplah meriah. selain itu ada Solis baru yang sengaja didatangkan Pak Yulius dari XI IS1, Kristina Puspa Dewi yang punya suara emas, dan beberapa kali menjuarai kompetisi nyanyi baik tingkat Surabaya maupun Jawa Timur. Semoga ke depan Mulit semakin oke, semakin maju. Banyak latihan ya.....n lebih serius dalam latihan. Sukses Selalu. Tuhan memberkati.
Minggu, 19 April 2009
MUSIK LITURGI
1. Definisi
Musik Liturgi adalah musik yang digunakan untuk ibadat / liturgi, mempunyai kedudukan yang integral dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat. Dalam Sacrosanctom Concilium (SC) art. 112 dikatakan: “Musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak.”
Musik / nyanyian liturgi mengabdi pada partisipasi umat dalam ibadat, seperti yang diuraikan dalam SC art. 114: “Khazanah musik liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin. … Para uskup dan para gembala jiwa lainnya hendaknya berusaha dengan tekun, supaya pada setiap upacara liturgi yang dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif dengan membawakan bagian yang diperuntukkan bagi mereka.”
Musik Rohani adalah musik yang sengaja diciptakan untuk keperluan diluar ibadat liturgi, misalnya: pertemuan mudika, arisan-arisan, rekreasi, pelatihan, pentas musik rohani, rekaman, sinetron, nongkrong di café bahkan sampai dengan usaha membentuk suasana rohani di rumah (definisi lebih detail dapat dilihat di bawah: Perbandingan antara musik liturgi, musik pop rohani dan musik profan).
2. Bagaimana kedudukannya dalam ibadat?
Musik liturgi memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat, misalnya:
a) Nyanyian Pembukaan, tujuannya adalah membuka misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya (Pedoman Umum Misale Romawi baru / PUMR no. 47-48).
b) Nyanyian Tuhan Kasihanilah Kami, sifatnya adalah berseru kepada Tuhan dan memohon belaskasihannya. Teks liturgi yang resmi adalah: (1) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (2) seruan “Kristus kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (3) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat (PUMR no. 52).
c) Madah Kemuliaan, kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman Kristen kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anak domba Allah, serta memohon belas kasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain, juga tidak boleh ditambahi atau dikurangi, atau ditafsirkan dengan gagasan yang lain (PUMR no. 53).
d) Nyanyian Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur Tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah (Bacaan I dari Kitab Suci Perjanjian Lama). Mazmur Tanggapan biasanya diambil dari buku Bacaan Misa (Lectionarium), para petugas / pemazmur biasanya menggunakan buku resmi “Mazmur Tanggapan dan Alleluya Tahun ABC”.
e) Nyanyian Ayat Pengantar Injil / Alleluya, dengan aklamasi Ayat Pengantar Injil ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman (PUMR no. 62).
f) Nyanyian Aku Percaya (fakultatif, maksudnya boleh tidak dinyanyikan): maksudnya adalah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi. Oleh karenanya tidak diperbolehkan menggantinya dengan teks lain (PUMR no. 67-68)
g) Nyanyian Persiapan Persembahan, tujuannya adalah untuk mengiringi perarakan persembahan, maka digunakan nyanyian dengan tema persembahan. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian (PUMR no. 74).
h) Nyanyian Kudus adalah nyanyian partisipasi umat dalam Doa Syukur Agung. Nyanyian Kudus harus diambil dari buku teks resmi (TPE) (PUMR no. 78 b).
i) Nyanyian Bapa Kami, tujuannya adalah untuk mohon rezeki sehari-hari (roti Ekaristi), mohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Teks Bapa Kami harus diambil dari buku teks misa resmi (TPE) bukan dari teks yang asal-asalan atau teks liar (PUMR no. 85)
j) Nyanyian Anak Domba Allah, tujuannya adalah untuk mengiringi pemecahan roti dengan teks misa resmi sbb: “Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami (2 X). Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, berilah kami damai.” (PUMR no. 83).
k) Nyanyian Komuni tujuannya adalah: (1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuannya secara lahiriah dalam nyanyian bersama, (2) menunjukkan kegembiraan hati, dan (3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Maka lagu komuni harus bertemakan komuni / tubuh dan darah Kristus, tidak boleh menyanyikan lagu untuk orang kudus / Maria, Tanah Air, panggilan – pengutusan, atau yang lain (PUMR no. 86).
l) Nyanyian Madah Pujian sesudah Komuni dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas santapan yang diterima yaitu tubuh (dan darah) Kristus sebagai keselamatan kekal bagi manusia (PUMR no. 88).
m) Nyanyian Penutup bertujuan untuk mengantar imam dan para pembantu-pembantunya meninggalkan altar dan menuju ke sakristi.
Sedangkan musik rohani / pop rohani tidak memiliki tujuan-tujuan seperti di atas, kalaupun ada yang menggunakannya dalam misa itu artinya dipaksakan. Lebih jelas dapat Anda lihat dalam buku “Kidung Syukur” yang beredar di Keuskupan Agung Jakarta, banyak lagu pop rohani yang dipaksakan menjadi lagu liturgi. Misalnya lagu “You rise me up” (Kidung Syukur no. 508, kalau Anda memiliki Kidung Syukur silakan dibuka), mari kita lihat bersama: pertama siapa yang dimaksud dengan “you” dalam syair lagu itu? Yesus Kristus? Tidak, karena memang tidak ada satu katapun mengenai Yesus. Kalau kata “you” yang dimaksudkan adalah untuk Yesus mengapa diungkapkan secara samar-samar? Kedua, lagu ini sangat individual yang justru sangat bertentangan dengan liturgi Gereja yang eklesial. Ketiga, mengapa harus berbahasa Inggris? Apakah umat yang sederhana dan tidak mengerti bahasa Inggris bisa menghayati lagu tersebut? Apakah dengan lagu yang branded, Tuhan akan selalu mengabulkan permohonan kita, karena sudah pasti terjamin mutunya?
Kesimpulannya lagu ini tidak bisa dimasukkan dalam Liturgi, karena tidak berhubungan erat dengan upacara ibadat, tidak mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, dengan syair yang sangat individual lagu ini tidak memupuk kesatuan hati umat beriman yang sedang beribadat. Kesimpulan ini berlaku bagi semua lagu pop rohani yang beredar di kalangan umat, karena musik rohani memang tidak liturgis, tidak memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat. Dengan kata lain semua lagu pop rohani / musik rohani jelas-jelas bertentangan dengan isi Konstitusi Liturgi (SC) art. 112.
Musik Liturgi Katolik Jawa
Surabaya dan Sidoarjo itu berada di JAWA Timur, tapi saya sangat jarang melihat perayaan ekaristi dilakukan dengan 'cara Jawa'. Musik liturgi berbasis etnik Jawa sangat jarang. Kalaupun ada, ya, cuma satu dua lagu dari Puji Syukur atau Madah Bakti yang kebetulan menggunakan tangga nada pentatonik Jawa.
Saya juga mengecek ke teman-teman Gereja Kristen Jawi Wetan [GKJW], yang dikenal sebagai gereja pribumi di Jawa Timur. Ternyata, belakangan ini GKJW makin mengindonesia. Nyanyian-nyanyian dan kebaktian menggunakan Kidung Jemaat berbahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa. Ya, tidak ada beda dengan GPIB [Gereja Protestan Indonesia Barat] atau GKI [Gereja Kristen Indonesia].
Di Paroki Pagesangan, Surabaya, ada kebiasaan menggelar misa berbahasa Jawa--termasuk penggunaan gamelan, khotbah, semua dalam bahasa Jawa--pada hari Minggu kelima. Minggu kelima itu kan sangat jarang, sehingga boleh dikata misa jawa ini tidak populer. Umat di sini, yang berlatar Jawa sekalipun, gamang dengan bahasa daerahnya.
Musik litugi berbasis pentatonik Jawa? Apalagi.
Tidak aneh. Sebab, sejak awal agama Kristen [Katolik dan Protestan] yang disebarkan di Indonesia pada abad ke-16 memang gereja-gereja berwajah Barat. Para misisonaris kurang mengembangkan musik liturgi ala Indonesia, bahkan cenderung mencemooh gending-gending Jawa sebagai kurang rohani, kurang pantas untuk kebaktian.
Kalaupun GKJW menggunakan nyanyian berbahasa Jawa di desa-desa, sebetulnya tangga nadanya tetap 100 persen Barat. Syairnya saja yang Jawa. Melodi dan sebagainya sama persis dengan nyanyian di gereja-gereja Barat.
Maka, lokakarya komposisi musik litugi di Surabaya beberapa waktu lalu, meski tak banyak yang tahu, sangat menarik. Para pegiat musik liturgi Katolik dari berbagai daerah di Jawa Timur berupaya mengangkat musik daerah, jawa timuran, untuk perayaan ekaristi. Tokoh Pusat Musik Liturgi [PML] Jojakarta--Romo Karld Edmund Prier SJ dan Paul Widyawan--hadir memberikan masukan berharga untuk para pemusik dan pembina paduan suara di sini.
"Selama ini Jawa identik dengan Jogjakarta dan Surakarta yang dikenal memiliki gaya musik halus dan lembut. Padahal, ada daerah lain di Jawa yang mempunyai karakter musik yang khas, yaitu Jawa Timur," kata Romo Prier yang mendirikan PML pada 11 Juli 1971. PML merupakan dapur pengolah musik etnik untuk 'diangkat' sebagai musik liturgi di Indonesia.
Nah, pada 1971, Gereja Hati Kudus di Jogjakarta mulai memperkenalkan Misa Inkulturasi Jawa. Misa dirayakan dalam bahasa Jawa, menggunakan lagu-lagu Jawa, yang diiringi musik gamelan. Jadi, bukan sekadar menerjemahkan lagu-lagu liturgi Barat ke dalam bahasa Jawa. Terobosan penting ini jalan di Jogja dan Jawa Tengah, tapi tidak bisa berkembang pesat.
Di Surabaya, misa ala Jawa praktis tidak jalan sama sekali. Ini diperparah lagi dengan minimnya kemampuan warga Surabaya, termasuk Sidoarjo, berbahasa Jawa. Jangankan anak-anak dan remaja, orang dewasa saja semakin sulit menguasai ungkapan-ungkapan dalam bahasanya sendiri.
Belum lagi citra bahwa berbahasa daerah identik dengan 'ndeso, 'wong kampung', 'terbelakang', 'tidak modern', dan berbagai imej buruk. Apa boleh buat, gereja pun tercerabut dari akar budayanya sendiri. Jangan heran, ada pendapat miring di Pulau Jawa bahwa 'Nasrani itu agamanya Londo [Belanda]'.
"Ini memang tantangan tersendiri bagi para aktivis musik liturgi untuk mengembangkan musik bernuansa Indonesia," kata Markus Kurnianto, teman saya, pemimpin sebuah paduan suara inkulturasi di Surabaya.
Markus mengakui tidak mudah mengembangkan musik liturgi inkulturasi di Jawa Timur baik karena kendala internal maupun eksternal. Sebab, bagaimanapun juga mencari anak-anak muda [Katolik] yang bisa main gamelan itu tidak mudah. Pula, saat ini hampir tidak anak muda yang mau belajar musik tradisional. Para orang tua lebih senang memasukkan anak-anaknya ke kursus musik Barat seperti piano, biola, flute, gitar, dan sebagainya.
Lebih parah lagi karismatik katolik. Kelompok kategorial ini nyaris tidak punya pemahaman sama sekali terhadap musik liturgi. Karismatik pakai musik pop, band, rock, musik apa saja, tanpa mempertimbangkan unsur teologis, budaya, tradisi, dan berbagai kelaziman di Gereja Katolik. Jangan heran misa ala karismatik cenderung heboh, hura-hura, dan kurang mendukung misi 'indonesiaisasi' musik liturgi.
Kalau kita membuka catatan sejarah, sebenarnya sudah cukup banyak misionaris [Protestan, Katolik] yang telah berusaha mengindonesikan gereja. Coonraad l. Coolen, lahir di Semarang 1773, wafat di Ngoro [Jawa Timur] 1873, ayah Rusia mama Solo, mewartakan Injil dengan pendekatan budaya Jawa.
"Coolen belajar mendalang dan menjadi dalang, melaras gamelan di gereja, menggunakan tradisi macapat warisan Wali Sanga...," tulis Remy Sylado.
Masih menurut Remy, penulis paling hebat di Indonesia [versi saya], Romo van Deinse SJ mengembangkan nada-nada pelog-slendro di Semarang pada tahun 1950-an. Eksperimen Romo Deinse beroleh penghargaan dari Presiden Soekarno karena dinilai sebagai sumbangan berarti bagi musik Indonesia pada umumnya.
Kini, eksperimen sekaligus kegandrungan pada musik tradisi kita diteruskan oleh Romo Karl Edmund Prier SJ bersama Pusat Musik Liturgi di Jogjakarta. Sekarang kembali kepada kita, orang serani sekaligus orang Indonesia. Sebab, melestarikan budaya bangsa, tradisi musik kita, merupakan tugas sejarah saya dan anda -- yang masih mengaku bangsa Indonesia.
Apakah Ciri-Ciri Musik Liturgi?
1. Musik yang digubah khusus untuk perayaan liturgi suci.
2. Syairnya selaras dengan ajaran Katolik dan ditimba dari Kitab Suci.
3. Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok paduan suara kecil.
Musik Manakah yang termasuk Musik Liturgi?
Musik yang boleh menjadi musik liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya. Selain dari itu, musik liturgi atau musik gereja atau musica sacra meliputi: nyanyian Gregorians, berbagai jenis musik gereja, baik yang lama maupun yang baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik yang lain yang diijinkan. Musik Gereja mencakup vocal dan instrumental.
Makna Musik dalam Liturgi Gereja
1. Musik merupakan bagian liturgi yang penting dan integral (dimensi liturgis). Maksudnya, musik liturgi termasuk bagian dari liturgi itu sendiri dan bukan hanya tambahan atau dekorasi.
2. Musik liturgi memperjelas misteri Kristus (dimensi kristologis). Melalui isi syairnya, nyanyian dapat ikut memperdalam misteri iman akan Yesus Kristus yang sedang dirayakan dalam liturgi.
3. Musik mengungkapkan peran serta umat secara aktif (dimensi eklesiologis).
Musik Liturgi dapat membantu umat dalam berpartisipasi secara aktif dalam liturgi. Nyanyian dan musik yang tepat dan sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam memasuki misteri iman yang dirayakan dan memungkinkan umat untuk lebih baik menangkap Sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Sebuah nyanyian pembuka yang tepat dan baik akan membantu umat untuk memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat dan mempersatukan diri dengan umat yang hadir.
Jadi, Bagaimana Memilih Lagu?
Berhubung peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita berfokus pada Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Perayaan Ekaristi disusun menurut dua bagian pokok, yaitu: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi; keduanya diapit oleh Ritus Pembuka dan Ritus Penutup.
A. RITUS PEMBUKA
Lagu Pembukaan
Peran Lagu Pembukaan:
1. Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan liturgi.
2. Membina kesatuan umat.
3. Membuka Perayaan Ekaristi.
4. Mengiringi berjalannya perarakan imam.
Maka pemilihan teks lagu yang digunakan hendaknya tidak bertentangan dengan tujuan ini.
B. LITURGI SABDA
Mazmur Tanggapan
Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Sesuai dengan namanya, Mazmur Tanggapan dimaksudkan untuk memperdalam renungan atas Sabda Allah dan sekaligus menanggapi Sabda Allah yang baru saja didengar dalam Bacaan Pertama. Agar pemazmur dapat menunaikan tugasnya sebagaimana diharapkan, yaitu membantu umat beriman untuk meresapi pesan yang terkandung dalam Mazmur Tanggapan, kemudian mengungkapkan iman serta meningkatkan mutu suka cita mereka, maka pemazmur hendaknya mempersiapkan diri sbb:
1. Mempelajari Bacaan Pertama hingga menemukan intisari bacaan.
2. Mempelajari isi Mazmur Tanggapan.
3. Berlatih untuk membawakannya secara komunikatif. Jika mazmur mengungkapkan kegembiraan, maka pemazmur juga harus dapat membawakan mazmur tanggapannya secara komunikatif dan mewartakan kegembiraan.
Bait Pengantar Injil
Bait Pengantar Injil berfungsi mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang akan diwartakan. Alleluia dinyanyikan sepanjang tahun kecuali pada Masa Prapaskah. Alleluia dinyanyikan oleh umat, Paduan Suara atau solis.
C. LITURGI EKARISTI
Lagu Persembahan
Peran Lagu Persembahan:
1. Mengiringi perarakan bahan persembahan roti dan anggur.
2. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang dipersiapkan.
Keterangan: Nyanyian persembahan hendaknya berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan diletakkan di atas altar. Apabila tidak ada nyanyian persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut untuk menciptakan suasana liturgis yang sesuai.
Bapa Kami
Bapa Kami mana yang boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi dan Bapa Kami mana yang tidak boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi? Bapa Kami yang boleh digunakan dalam liturgi ialah Bapa Kami yang:
1. Isi syairnya sesuai dengan teks resmi Doa Bapa Kami.
2. Melodinya sesuai dengan jiwa liturgi Gereja.
Lagu Komuni
Peran Lagu Komuni:
1. Meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus.
2. Membina suasana doa bagi umat yang baru saja berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni.
3. Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dalam pemenuhan misteri yang baru dirayakan.
D. RITUS PEUTUP
Lagu Penutup
Peran Lagu Penutup:
1. Menutup Perayaan Ekaristi.
2. Memberi gairah dan semangat kepada umat agar mereka pergi menjalankan perutusan untuk mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan gembira.
3. Mengiringi perarakan imam dan para petugas liturgi meninggalkan altar dan memasuki sakristi.
Fungsi ini memberi kriteria sampai kapan lagu penutup dinyanyikan, yakni hingga perarakan itu selesai.
Kesimpulan: “Bagaimana Memilih Nyanyian Liturgi?”
1. Nyanyian hendaknya sesuai dengan peran atau fungsi masing-masing bagian.
2. Nyanyian harus sesuai dengan masa dan tema liturgi.
3. Nyanyian harus mengungkapkan iman akan misteri Kristus.
4. Nyanyian harus melayani seluruh umat beriman.
5. Pilihan nyanyian perlu memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis.
Bibliography: 1. “Liturgi yang Anggun dan Menawan” oleh Gabe Huck; 2. “Musik & Nyayian Liturgi” oleh E Martasudjita Pr dan J Kristanto Pr ; 3. “Music in Catholic Worship”
Pusat Musik Liturgi Yogyakarta memajukan musik gereja yang khas Indonesia dengan:
Studi musik tradisional di seluruh Indonesia - lihat majalah Warta Musik
Penerbitan musik tradisioal maupun musik gereja (buku, CD / kaset, VCD) - lihat produksi
Pendidikan
* formal KOGJJ, ORVO, CB
* tidak formal:
- Penataran dirigen, pemazmur, organis di paroki dekat maupun jauh.
- Lokakarya Komposisi Musik Liturgi untuk para pemusik di tempatnya.
- Pendidikan khusus perorangan untuk siswa yang diutus dari lain daerah.
Pementasan
Sumber:
PUSAT MUSIK LITURGI
Jl. Ahmad Jazuli no.2 Yogyakarta 55224
Telp.0274-566695, Fax.0274-541641, Email. pml@idola.net
Musik Liturgi adalah musik yang digunakan untuk ibadat / liturgi, mempunyai kedudukan yang integral dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat. Dalam Sacrosanctom Concilium (SC) art. 112 dikatakan: “Musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak.”
Musik / nyanyian liturgi mengabdi pada partisipasi umat dalam ibadat, seperti yang diuraikan dalam SC art. 114: “Khazanah musik liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin. … Para uskup dan para gembala jiwa lainnya hendaknya berusaha dengan tekun, supaya pada setiap upacara liturgi yang dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif dengan membawakan bagian yang diperuntukkan bagi mereka.”
Musik Rohani adalah musik yang sengaja diciptakan untuk keperluan diluar ibadat liturgi, misalnya: pertemuan mudika, arisan-arisan, rekreasi, pelatihan, pentas musik rohani, rekaman, sinetron, nongkrong di café bahkan sampai dengan usaha membentuk suasana rohani di rumah (definisi lebih detail dapat dilihat di bawah: Perbandingan antara musik liturgi, musik pop rohani dan musik profan).
2. Bagaimana kedudukannya dalam ibadat?
Musik liturgi memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat, misalnya:
a) Nyanyian Pembukaan, tujuannya adalah membuka misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya (Pedoman Umum Misale Romawi baru / PUMR no. 47-48).
b) Nyanyian Tuhan Kasihanilah Kami, sifatnya adalah berseru kepada Tuhan dan memohon belaskasihannya. Teks liturgi yang resmi adalah: (1) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (2) seruan “Kristus kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat, (3) seruan “Tuhan kasihanilah kami” dibawakan oleh imam / solis dan diulang satu kali oleh umat (PUMR no. 52).
c) Madah Kemuliaan, kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman Kristen kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anak domba Allah, serta memohon belas kasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain, juga tidak boleh ditambahi atau dikurangi, atau ditafsirkan dengan gagasan yang lain (PUMR no. 53).
d) Nyanyian Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur Tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah (Bacaan I dari Kitab Suci Perjanjian Lama). Mazmur Tanggapan biasanya diambil dari buku Bacaan Misa (Lectionarium), para petugas / pemazmur biasanya menggunakan buku resmi “Mazmur Tanggapan dan Alleluya Tahun ABC”.
e) Nyanyian Ayat Pengantar Injil / Alleluya, dengan aklamasi Ayat Pengantar Injil ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman (PUMR no. 62).
f) Nyanyian Aku Percaya (fakultatif, maksudnya boleh tidak dinyanyikan): maksudnya adalah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi. Oleh karenanya tidak diperbolehkan menggantinya dengan teks lain (PUMR no. 67-68)
g) Nyanyian Persiapan Persembahan, tujuannya adalah untuk mengiringi perarakan persembahan, maka digunakan nyanyian dengan tema persembahan. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian (PUMR no. 74).
h) Nyanyian Kudus adalah nyanyian partisipasi umat dalam Doa Syukur Agung. Nyanyian Kudus harus diambil dari buku teks resmi (TPE) (PUMR no. 78 b).
i) Nyanyian Bapa Kami, tujuannya adalah untuk mohon rezeki sehari-hari (roti Ekaristi), mohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Teks Bapa Kami harus diambil dari buku teks misa resmi (TPE) bukan dari teks yang asal-asalan atau teks liar (PUMR no. 85)
j) Nyanyian Anak Domba Allah, tujuannya adalah untuk mengiringi pemecahan roti dengan teks misa resmi sbb: “Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami (2 X). Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, berilah kami damai.” (PUMR no. 83).
k) Nyanyian Komuni tujuannya adalah: (1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuannya secara lahiriah dalam nyanyian bersama, (2) menunjukkan kegembiraan hati, dan (3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Maka lagu komuni harus bertemakan komuni / tubuh dan darah Kristus, tidak boleh menyanyikan lagu untuk orang kudus / Maria, Tanah Air, panggilan – pengutusan, atau yang lain (PUMR no. 86).
l) Nyanyian Madah Pujian sesudah Komuni dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas santapan yang diterima yaitu tubuh (dan darah) Kristus sebagai keselamatan kekal bagi manusia (PUMR no. 88).
m) Nyanyian Penutup bertujuan untuk mengantar imam dan para pembantu-pembantunya meninggalkan altar dan menuju ke sakristi.
Sedangkan musik rohani / pop rohani tidak memiliki tujuan-tujuan seperti di atas, kalaupun ada yang menggunakannya dalam misa itu artinya dipaksakan. Lebih jelas dapat Anda lihat dalam buku “Kidung Syukur” yang beredar di Keuskupan Agung Jakarta, banyak lagu pop rohani yang dipaksakan menjadi lagu liturgi. Misalnya lagu “You rise me up” (Kidung Syukur no. 508, kalau Anda memiliki Kidung Syukur silakan dibuka), mari kita lihat bersama: pertama siapa yang dimaksud dengan “you” dalam syair lagu itu? Yesus Kristus? Tidak, karena memang tidak ada satu katapun mengenai Yesus. Kalau kata “you” yang dimaksudkan adalah untuk Yesus mengapa diungkapkan secara samar-samar? Kedua, lagu ini sangat individual yang justru sangat bertentangan dengan liturgi Gereja yang eklesial. Ketiga, mengapa harus berbahasa Inggris? Apakah umat yang sederhana dan tidak mengerti bahasa Inggris bisa menghayati lagu tersebut? Apakah dengan lagu yang branded, Tuhan akan selalu mengabulkan permohonan kita, karena sudah pasti terjamin mutunya?
Kesimpulannya lagu ini tidak bisa dimasukkan dalam Liturgi, karena tidak berhubungan erat dengan upacara ibadat, tidak mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, dengan syair yang sangat individual lagu ini tidak memupuk kesatuan hati umat beriman yang sedang beribadat. Kesimpulan ini berlaku bagi semua lagu pop rohani yang beredar di kalangan umat, karena musik rohani memang tidak liturgis, tidak memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadat. Dengan kata lain semua lagu pop rohani / musik rohani jelas-jelas bertentangan dengan isi Konstitusi Liturgi (SC) art. 112.
Musik Liturgi Katolik Jawa
Surabaya dan Sidoarjo itu berada di JAWA Timur, tapi saya sangat jarang melihat perayaan ekaristi dilakukan dengan 'cara Jawa'. Musik liturgi berbasis etnik Jawa sangat jarang. Kalaupun ada, ya, cuma satu dua lagu dari Puji Syukur atau Madah Bakti yang kebetulan menggunakan tangga nada pentatonik Jawa.
Saya juga mengecek ke teman-teman Gereja Kristen Jawi Wetan [GKJW], yang dikenal sebagai gereja pribumi di Jawa Timur. Ternyata, belakangan ini GKJW makin mengindonesia. Nyanyian-nyanyian dan kebaktian menggunakan Kidung Jemaat berbahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa. Ya, tidak ada beda dengan GPIB [Gereja Protestan Indonesia Barat] atau GKI [Gereja Kristen Indonesia].
Di Paroki Pagesangan, Surabaya, ada kebiasaan menggelar misa berbahasa Jawa--termasuk penggunaan gamelan, khotbah, semua dalam bahasa Jawa--pada hari Minggu kelima. Minggu kelima itu kan sangat jarang, sehingga boleh dikata misa jawa ini tidak populer. Umat di sini, yang berlatar Jawa sekalipun, gamang dengan bahasa daerahnya.
Musik litugi berbasis pentatonik Jawa? Apalagi.
Tidak aneh. Sebab, sejak awal agama Kristen [Katolik dan Protestan] yang disebarkan di Indonesia pada abad ke-16 memang gereja-gereja berwajah Barat. Para misisonaris kurang mengembangkan musik liturgi ala Indonesia, bahkan cenderung mencemooh gending-gending Jawa sebagai kurang rohani, kurang pantas untuk kebaktian.
Kalaupun GKJW menggunakan nyanyian berbahasa Jawa di desa-desa, sebetulnya tangga nadanya tetap 100 persen Barat. Syairnya saja yang Jawa. Melodi dan sebagainya sama persis dengan nyanyian di gereja-gereja Barat.
Maka, lokakarya komposisi musik litugi di Surabaya beberapa waktu lalu, meski tak banyak yang tahu, sangat menarik. Para pegiat musik liturgi Katolik dari berbagai daerah di Jawa Timur berupaya mengangkat musik daerah, jawa timuran, untuk perayaan ekaristi. Tokoh Pusat Musik Liturgi [PML] Jojakarta--Romo Karld Edmund Prier SJ dan Paul Widyawan--hadir memberikan masukan berharga untuk para pemusik dan pembina paduan suara di sini.
"Selama ini Jawa identik dengan Jogjakarta dan Surakarta yang dikenal memiliki gaya musik halus dan lembut. Padahal, ada daerah lain di Jawa yang mempunyai karakter musik yang khas, yaitu Jawa Timur," kata Romo Prier yang mendirikan PML pada 11 Juli 1971. PML merupakan dapur pengolah musik etnik untuk 'diangkat' sebagai musik liturgi di Indonesia.
Nah, pada 1971, Gereja Hati Kudus di Jogjakarta mulai memperkenalkan Misa Inkulturasi Jawa. Misa dirayakan dalam bahasa Jawa, menggunakan lagu-lagu Jawa, yang diiringi musik gamelan. Jadi, bukan sekadar menerjemahkan lagu-lagu liturgi Barat ke dalam bahasa Jawa. Terobosan penting ini jalan di Jogja dan Jawa Tengah, tapi tidak bisa berkembang pesat.
Di Surabaya, misa ala Jawa praktis tidak jalan sama sekali. Ini diperparah lagi dengan minimnya kemampuan warga Surabaya, termasuk Sidoarjo, berbahasa Jawa. Jangankan anak-anak dan remaja, orang dewasa saja semakin sulit menguasai ungkapan-ungkapan dalam bahasanya sendiri.
Belum lagi citra bahwa berbahasa daerah identik dengan 'ndeso, 'wong kampung', 'terbelakang', 'tidak modern', dan berbagai imej buruk. Apa boleh buat, gereja pun tercerabut dari akar budayanya sendiri. Jangan heran, ada pendapat miring di Pulau Jawa bahwa 'Nasrani itu agamanya Londo [Belanda]'.
"Ini memang tantangan tersendiri bagi para aktivis musik liturgi untuk mengembangkan musik bernuansa Indonesia," kata Markus Kurnianto, teman saya, pemimpin sebuah paduan suara inkulturasi di Surabaya.
Markus mengakui tidak mudah mengembangkan musik liturgi inkulturasi di Jawa Timur baik karena kendala internal maupun eksternal. Sebab, bagaimanapun juga mencari anak-anak muda [Katolik] yang bisa main gamelan itu tidak mudah. Pula, saat ini hampir tidak anak muda yang mau belajar musik tradisional. Para orang tua lebih senang memasukkan anak-anaknya ke kursus musik Barat seperti piano, biola, flute, gitar, dan sebagainya.
Lebih parah lagi karismatik katolik. Kelompok kategorial ini nyaris tidak punya pemahaman sama sekali terhadap musik liturgi. Karismatik pakai musik pop, band, rock, musik apa saja, tanpa mempertimbangkan unsur teologis, budaya, tradisi, dan berbagai kelaziman di Gereja Katolik. Jangan heran misa ala karismatik cenderung heboh, hura-hura, dan kurang mendukung misi 'indonesiaisasi' musik liturgi.
Kalau kita membuka catatan sejarah, sebenarnya sudah cukup banyak misionaris [Protestan, Katolik] yang telah berusaha mengindonesikan gereja. Coonraad l. Coolen, lahir di Semarang 1773, wafat di Ngoro [Jawa Timur] 1873, ayah Rusia mama Solo, mewartakan Injil dengan pendekatan budaya Jawa.
"Coolen belajar mendalang dan menjadi dalang, melaras gamelan di gereja, menggunakan tradisi macapat warisan Wali Sanga...," tulis Remy Sylado.
Masih menurut Remy, penulis paling hebat di Indonesia [versi saya], Romo van Deinse SJ mengembangkan nada-nada pelog-slendro di Semarang pada tahun 1950-an. Eksperimen Romo Deinse beroleh penghargaan dari Presiden Soekarno karena dinilai sebagai sumbangan berarti bagi musik Indonesia pada umumnya.
Kini, eksperimen sekaligus kegandrungan pada musik tradisi kita diteruskan oleh Romo Karl Edmund Prier SJ bersama Pusat Musik Liturgi di Jogjakarta. Sekarang kembali kepada kita, orang serani sekaligus orang Indonesia. Sebab, melestarikan budaya bangsa, tradisi musik kita, merupakan tugas sejarah saya dan anda -- yang masih mengaku bangsa Indonesia.
Apakah Ciri-Ciri Musik Liturgi?
1. Musik yang digubah khusus untuk perayaan liturgi suci.
2. Syairnya selaras dengan ajaran Katolik dan ditimba dari Kitab Suci.
3. Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok paduan suara kecil.
Musik Manakah yang termasuk Musik Liturgi?
Musik yang boleh menjadi musik liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya. Selain dari itu, musik liturgi atau musik gereja atau musica sacra meliputi: nyanyian Gregorians, berbagai jenis musik gereja, baik yang lama maupun yang baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik yang lain yang diijinkan. Musik Gereja mencakup vocal dan instrumental.
Makna Musik dalam Liturgi Gereja
1. Musik merupakan bagian liturgi yang penting dan integral (dimensi liturgis). Maksudnya, musik liturgi termasuk bagian dari liturgi itu sendiri dan bukan hanya tambahan atau dekorasi.
2. Musik liturgi memperjelas misteri Kristus (dimensi kristologis). Melalui isi syairnya, nyanyian dapat ikut memperdalam misteri iman akan Yesus Kristus yang sedang dirayakan dalam liturgi.
3. Musik mengungkapkan peran serta umat secara aktif (dimensi eklesiologis).
Musik Liturgi dapat membantu umat dalam berpartisipasi secara aktif dalam liturgi. Nyanyian dan musik yang tepat dan sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam memasuki misteri iman yang dirayakan dan memungkinkan umat untuk lebih baik menangkap Sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Sebuah nyanyian pembuka yang tepat dan baik akan membantu umat untuk memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat dan mempersatukan diri dengan umat yang hadir.
Jadi, Bagaimana Memilih Lagu?
Berhubung peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita berfokus pada Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Perayaan Ekaristi disusun menurut dua bagian pokok, yaitu: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi; keduanya diapit oleh Ritus Pembuka dan Ritus Penutup.
A. RITUS PEMBUKA
Lagu Pembukaan
Peran Lagu Pembukaan:
1. Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan liturgi.
2. Membina kesatuan umat.
3. Membuka Perayaan Ekaristi.
4. Mengiringi berjalannya perarakan imam.
Maka pemilihan teks lagu yang digunakan hendaknya tidak bertentangan dengan tujuan ini.
B. LITURGI SABDA
Mazmur Tanggapan
Mazmur Tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Sesuai dengan namanya, Mazmur Tanggapan dimaksudkan untuk memperdalam renungan atas Sabda Allah dan sekaligus menanggapi Sabda Allah yang baru saja didengar dalam Bacaan Pertama. Agar pemazmur dapat menunaikan tugasnya sebagaimana diharapkan, yaitu membantu umat beriman untuk meresapi pesan yang terkandung dalam Mazmur Tanggapan, kemudian mengungkapkan iman serta meningkatkan mutu suka cita mereka, maka pemazmur hendaknya mempersiapkan diri sbb:
1. Mempelajari Bacaan Pertama hingga menemukan intisari bacaan.
2. Mempelajari isi Mazmur Tanggapan.
3. Berlatih untuk membawakannya secara komunikatif. Jika mazmur mengungkapkan kegembiraan, maka pemazmur juga harus dapat membawakan mazmur tanggapannya secara komunikatif dan mewartakan kegembiraan.
Bait Pengantar Injil
Bait Pengantar Injil berfungsi mempersiapkan umat untuk mendengarkan Injil yang akan diwartakan. Alleluia dinyanyikan sepanjang tahun kecuali pada Masa Prapaskah. Alleluia dinyanyikan oleh umat, Paduan Suara atau solis.
C. LITURGI EKARISTI
Lagu Persembahan
Peran Lagu Persembahan:
1. Mengiringi perarakan bahan persembahan roti dan anggur.
2. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang dipersiapkan.
Keterangan: Nyanyian persembahan hendaknya berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan diletakkan di atas altar. Apabila tidak ada nyanyian persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut untuk menciptakan suasana liturgis yang sesuai.
Bapa Kami
Bapa Kami mana yang boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi dan Bapa Kami mana yang tidak boleh dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi? Bapa Kami yang boleh digunakan dalam liturgi ialah Bapa Kami yang:
1. Isi syairnya sesuai dengan teks resmi Doa Bapa Kami.
2. Melodinya sesuai dengan jiwa liturgi Gereja.
Lagu Komuni
Peran Lagu Komuni:
1. Meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus.
2. Membina suasana doa bagi umat yang baru saja berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni.
3. Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dalam pemenuhan misteri yang baru dirayakan.
D. RITUS PEUTUP
Lagu Penutup
Peran Lagu Penutup:
1. Menutup Perayaan Ekaristi.
2. Memberi gairah dan semangat kepada umat agar mereka pergi menjalankan perutusan untuk mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan gembira.
3. Mengiringi perarakan imam dan para petugas liturgi meninggalkan altar dan memasuki sakristi.
Fungsi ini memberi kriteria sampai kapan lagu penutup dinyanyikan, yakni hingga perarakan itu selesai.
Kesimpulan: “Bagaimana Memilih Nyanyian Liturgi?”
1. Nyanyian hendaknya sesuai dengan peran atau fungsi masing-masing bagian.
2. Nyanyian harus sesuai dengan masa dan tema liturgi.
3. Nyanyian harus mengungkapkan iman akan misteri Kristus.
4. Nyanyian harus melayani seluruh umat beriman.
5. Pilihan nyanyian perlu memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis.
Bibliography: 1. “Liturgi yang Anggun dan Menawan” oleh Gabe Huck; 2. “Musik & Nyayian Liturgi” oleh E Martasudjita Pr dan J Kristanto Pr ; 3. “Music in Catholic Worship”
Pusat Musik Liturgi Yogyakarta memajukan musik gereja yang khas Indonesia dengan:
Studi musik tradisional di seluruh Indonesia - lihat majalah Warta Musik
Penerbitan musik tradisioal maupun musik gereja (buku, CD / kaset, VCD) - lihat produksi
Pendidikan
* formal KOGJJ, ORVO, CB
* tidak formal:
- Penataran dirigen, pemazmur, organis di paroki dekat maupun jauh.
- Lokakarya Komposisi Musik Liturgi untuk para pemusik di tempatnya.
- Pendidikan khusus perorangan untuk siswa yang diutus dari lain daerah.
Pementasan
Sumber:
PUSAT MUSIK LITURGI
Jl. Ahmad Jazuli no.2 Yogyakarta 55224
Telp.0274-566695, Fax.0274-541641, Email. pml@idola.net
Penting untuk Para Pelatih / Dirigen Koor
Hal-hal Penting untuk diperhatikan
Para Dirigen dan Kelompok Paduan Suara
PUMR 53 Melarang teks Kemuliaan tradisional diganti dengan teks apa pun. Hal ini merupakan upaya gereja untuk mempertahankan kekayaan musik dari masa ke masa., melestarikan tradisi Romawi. Teks tradisional ini, sudah ada sejak abad II. (lihat. Lagu Kemuliaan pada Misa Raya, Misa Lauda Sion, Misa Kita II, Misa Kita IV, Misa Menado, Misa Sunda, Misa Te Deum, Misa De Angelis, dan beberapa yang lain. Sehingga Ordinarium untuk Misa Senja, Misa Syukur, Misa Dolo-Dolo pada bagian Kemuliaan-nya tidak diperkenankan dinyanyikan menggantikan ritus Kemuliaan. Lagu Kami Memuji, Pujilah Tuhan tetap boleh dinyanyikan misalnya untuk Pesta Tritunggal Maha Kudus. (lht Bk. Lakukanlah Ini, hal.38)
Doa Bapa Kami atau lagu Bapa Kami, diharapkan mengambil teks doa yang resmi (seperti TPE 2005), tanpa diakhiri kata AMIN. Kalau dinyanyikan, irama yang cocok adalah yang bernada meditatif, seolah mengajak untuk merenungkan setiap kata dan kalimat dari doa itu. (lht. Bk. Lakukanlah Ini, hal. 108-110). Contoh kesalahan ini ada pada lagu Bapa Kami Piliphina. Sebenarnya ungkapan Amin merupakan tanggapan atas doa atau pernyataan yang dibawakan oleh pemimpin ibadat. Maka jika doa itu dinyatakan secara bersama-sama, ungkapan Amin tidak diperlakukan dengan semestinya.
Aklamasi, Prefasi dll, (nyanyian yang merupakan dialog dengan Imam) jawaban umat hendaknya tetap dikomando oleh dirigen dengan penuh semangat, agak cepat sedikit dari biasanya yang rata-rata di gereja agak melambat. Organis juga hendaknya mengiringi di bagian jawabannya saja. Apalagi jawaban umat untuk kata Amin, hendaknya dirigen dan koor memelopori jawaban tersebut dengan penuh semangat, sehingga mendorong umat untuk menjawab dengan tegas, tanpa kesan saling menunggu. (lihat TPE. Hal 12, 20, dst)
_
5 5 6 atau 1 1
A-min A - min
Actuosa Participatio ; (partisipasi aktif umat), hendaknya paduan suara ikut mendorong partisipasi secara aktif umat baik dalam bernyanyi dan berdoa. Pilihan lagu untuk ibadat juga akan sangat mempengaruhi keaktivan umat. Harus dihindari kesan umat hanya jadi penonton dalam perayaan ekaristi kudus. Memang tidak setiap lagu baik propium atau ordinarium, umat harus terlibat bernyanyi semua. Namun dengan adanya partisipasi umat dalam bernyanyi secara menyeluruh akan membuat suasana ibadat semakin lebih meriah, dan mengesankan. Bahkan apabila diperlukan ada lagu-lagu yang umat perlu bernyanyi, dan umat belum begitu mengenal lagu tersebut, maka perlulah dilatihkan dahulu 10 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
Lagu ANAMNESE (lihat TPE hal. 52) dengan syair: Wafat Kristus kita maklumkan dst. Lagu anamnese ini tanpa AMIN, maka dirigen, koor, dan organis harus mempelopori agar umat tidak sampai menuju kata AMIN, dengan cara memperlambat kata / k i t a r i n d u k a n / (rit…., dengan agak melembut).
Lagu ANAMNESE 5 (lihat TPE hal. 54) Tuhan, Engkau telah wafat dst. Dalam prakteknya justru kata sudah wafat. Hendaknya dirigen dan koor mulai juga melatihkan kata telah wafat. (meski artinya sebenarnya sama, tapi kata Telah, lebih berkesan menghaluskan daripada kata sudah, coba bandingkan dan bacakan dalam hati : Sudah meninggal dengan tenang …., dan Telah meninggal dengan tenang….)
Lagu Komuni, paduan suara hendaknya menyanyikan lagu yang bertema ungkapan sukacita persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus, atau instrumentalia dimainkan oleh organis yang bisa menciptakan suasana DOA bagi umat secara pribadi, sehingga suasana yang tercipta adalah tenang, damai dan tetap khidmat. Hindari lagu yang terkesan ramai yang bisa memancing umat untuk tepuk tangan secara spontan. Kalau perlu setelah Komuni, ada waktu yang cukup untuk mengajak umat menyanyikan madah syukur yang tematis
Nyanyian Maria sebaiknya tidak digunakan dalam perayaan Ekaristi, karena tema nyanyian harus sesuai dengan tema yang sesuai dengan bacaan-bacaan hari itu. Mis. Lagu Maria tidak bisa menggantikan lagu Persembahan. Nyanyian Devosional (Maria) dapat dinyanyikan pada misa khusus dan pada bagian-bagian tertentu
Pilihan Nada Dasar untuk nyanyian bersama umat, hendaknya diselaraskan dengan kemampuan umat. Bukan diselarakan pada kehebatan paduan suara yang bisa mencapai nada-nada yang cukup tinggi, sehingga umat yang pada mulanya ingin ikut bernyanyi malah malas berpartisipasi karena terlalu tinggi. Perlu diingat suara umat kebanyakan dengan NADA Dasar 1= C , nada terendah adalah 6 (LA - bawah) dan nada tertinggi 2 ( RE tinggi ). Dalam contoh lagu ; mis PS 542 dengan nada dasar 1 = D, lagu PS 347 1 = D; lagu PS 330 dengan nada dasar 1= F, atau G).
Perlunya Persiapan Sebelum Pelayanan Paduan Suara dalam Misa. Akhir-akhir ini sudah mulai banyak, anggota paduan suara yang sudah berkumpul di aula atau balai paroki, atau suatu ruang untuk latihan pemanasan satu jam sebelum perayaan. Bagi koor yang belum terbiasa , hal ini kesannya membuang waktu, atau bahkan terkesan aneh-aneh saja. Namun bila dilakukan persiapan yang baik, untuk pemanasan, latihan vokal, latihan dengan organis, pemazmur, latihan beberapa lagu yang dianggap agak sulit, akan membuat paduan suara / koor lebih siap untuk melayani. Dan bahkan 15 menit sebelum perayaan misa, PS / koor sudah berada di dalam gereja untuk berdoa, atau melatih lagu baru / mazmur bersama umat, termasuk koordinasi dengan romo yangakan memimpin misa tentang lagu-lagu yang akan dibawakan. Kalau tidak mampu secara kompak satu jam sebelumnya, mungkin bisa dicoba 30 atau 45 menit sebelum misa sudah kumpul. Sehingga pelan-pelan kita menghindari kebiasaan buruk : anggota koor / PS datang 2 - 5 menit sebelum misa, atau bahkan tepat lonceng gereja dibunyikan, malahan masih ada yang baru masuk. Semoga ini tidak terjadi lagi. Dengan persiapan yang cukup, kita akan merasa lebih siap untuk melayani Tuhan, siap melayani umat dan pastor, siap mengikuti pestanya Tuhan Kita. SEMOGA.
Bagi PS / Koor yang sudah melakukan hal-hal di atas : Teruskan dan Tingkatkan !!!!! ; dan bagi yang belum Selamat Mencoba, Niscaya Liturgi Gereja Kita akan lebih Hidup, bersemangat, Khidmat dan Agung.
SELAMAT MELAYANI . TUHAN MEMBERKATI KITA.
-------------------$$$$$$$$$-------------------
Yulius Kristanto, S.S.
(Koordinator Bidang Musik Liturgi
Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya)
031- 5949036 ; 031 – 60238107 ; 081-653 1917
( email : yuliuskristantomulit@yahoo.co.id )
Disarikan dari buku berikut (dianjurkan untuk dimiliki para pelayan musik liturgi)
Komisi Liturgi KWI. Sacramentum Caritatis. Jakarta. 2007.
Martasudjito & Kristanto. Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Yogya. Kanisius. 2007.
Suryanugraha, CH.Lakukanlah Ini. Bandung. Sang Kristus. 2007.
Para Dirigen dan Kelompok Paduan Suara
PUMR 53 Melarang teks Kemuliaan tradisional diganti dengan teks apa pun. Hal ini merupakan upaya gereja untuk mempertahankan kekayaan musik dari masa ke masa., melestarikan tradisi Romawi. Teks tradisional ini, sudah ada sejak abad II. (lihat. Lagu Kemuliaan pada Misa Raya, Misa Lauda Sion, Misa Kita II, Misa Kita IV, Misa Menado, Misa Sunda, Misa Te Deum, Misa De Angelis, dan beberapa yang lain. Sehingga Ordinarium untuk Misa Senja, Misa Syukur, Misa Dolo-Dolo pada bagian Kemuliaan-nya tidak diperkenankan dinyanyikan menggantikan ritus Kemuliaan. Lagu Kami Memuji, Pujilah Tuhan tetap boleh dinyanyikan misalnya untuk Pesta Tritunggal Maha Kudus. (lht Bk. Lakukanlah Ini, hal.38)
Doa Bapa Kami atau lagu Bapa Kami, diharapkan mengambil teks doa yang resmi (seperti TPE 2005), tanpa diakhiri kata AMIN. Kalau dinyanyikan, irama yang cocok adalah yang bernada meditatif, seolah mengajak untuk merenungkan setiap kata dan kalimat dari doa itu. (lht. Bk. Lakukanlah Ini, hal. 108-110). Contoh kesalahan ini ada pada lagu Bapa Kami Piliphina. Sebenarnya ungkapan Amin merupakan tanggapan atas doa atau pernyataan yang dibawakan oleh pemimpin ibadat. Maka jika doa itu dinyatakan secara bersama-sama, ungkapan Amin tidak diperlakukan dengan semestinya.
Aklamasi, Prefasi dll, (nyanyian yang merupakan dialog dengan Imam) jawaban umat hendaknya tetap dikomando oleh dirigen dengan penuh semangat, agak cepat sedikit dari biasanya yang rata-rata di gereja agak melambat. Organis juga hendaknya mengiringi di bagian jawabannya saja. Apalagi jawaban umat untuk kata Amin, hendaknya dirigen dan koor memelopori jawaban tersebut dengan penuh semangat, sehingga mendorong umat untuk menjawab dengan tegas, tanpa kesan saling menunggu. (lihat TPE. Hal 12, 20, dst)
_
5 5 6 atau 1 1
A-min A - min
Actuosa Participatio ; (partisipasi aktif umat), hendaknya paduan suara ikut mendorong partisipasi secara aktif umat baik dalam bernyanyi dan berdoa. Pilihan lagu untuk ibadat juga akan sangat mempengaruhi keaktivan umat. Harus dihindari kesan umat hanya jadi penonton dalam perayaan ekaristi kudus. Memang tidak setiap lagu baik propium atau ordinarium, umat harus terlibat bernyanyi semua. Namun dengan adanya partisipasi umat dalam bernyanyi secara menyeluruh akan membuat suasana ibadat semakin lebih meriah, dan mengesankan. Bahkan apabila diperlukan ada lagu-lagu yang umat perlu bernyanyi, dan umat belum begitu mengenal lagu tersebut, maka perlulah dilatihkan dahulu 10 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
Lagu ANAMNESE (lihat TPE hal. 52) dengan syair: Wafat Kristus kita maklumkan dst. Lagu anamnese ini tanpa AMIN, maka dirigen, koor, dan organis harus mempelopori agar umat tidak sampai menuju kata AMIN, dengan cara memperlambat kata / k i t a r i n d u k a n / (rit…., dengan agak melembut).
Lagu ANAMNESE 5 (lihat TPE hal. 54) Tuhan, Engkau telah wafat dst. Dalam prakteknya justru kata sudah wafat. Hendaknya dirigen dan koor mulai juga melatihkan kata telah wafat. (meski artinya sebenarnya sama, tapi kata Telah, lebih berkesan menghaluskan daripada kata sudah, coba bandingkan dan bacakan dalam hati : Sudah meninggal dengan tenang …., dan Telah meninggal dengan tenang….)
Lagu Komuni, paduan suara hendaknya menyanyikan lagu yang bertema ungkapan sukacita persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus, atau instrumentalia dimainkan oleh organis yang bisa menciptakan suasana DOA bagi umat secara pribadi, sehingga suasana yang tercipta adalah tenang, damai dan tetap khidmat. Hindari lagu yang terkesan ramai yang bisa memancing umat untuk tepuk tangan secara spontan. Kalau perlu setelah Komuni, ada waktu yang cukup untuk mengajak umat menyanyikan madah syukur yang tematis
Nyanyian Maria sebaiknya tidak digunakan dalam perayaan Ekaristi, karena tema nyanyian harus sesuai dengan tema yang sesuai dengan bacaan-bacaan hari itu. Mis. Lagu Maria tidak bisa menggantikan lagu Persembahan. Nyanyian Devosional (Maria) dapat dinyanyikan pada misa khusus dan pada bagian-bagian tertentu
Pilihan Nada Dasar untuk nyanyian bersama umat, hendaknya diselaraskan dengan kemampuan umat. Bukan diselarakan pada kehebatan paduan suara yang bisa mencapai nada-nada yang cukup tinggi, sehingga umat yang pada mulanya ingin ikut bernyanyi malah malas berpartisipasi karena terlalu tinggi. Perlu diingat suara umat kebanyakan dengan NADA Dasar 1= C , nada terendah adalah 6 (LA - bawah) dan nada tertinggi 2 ( RE tinggi ). Dalam contoh lagu ; mis PS 542 dengan nada dasar 1 = D, lagu PS 347 1 = D; lagu PS 330 dengan nada dasar 1= F, atau G).
Perlunya Persiapan Sebelum Pelayanan Paduan Suara dalam Misa. Akhir-akhir ini sudah mulai banyak, anggota paduan suara yang sudah berkumpul di aula atau balai paroki, atau suatu ruang untuk latihan pemanasan satu jam sebelum perayaan. Bagi koor yang belum terbiasa , hal ini kesannya membuang waktu, atau bahkan terkesan aneh-aneh saja. Namun bila dilakukan persiapan yang baik, untuk pemanasan, latihan vokal, latihan dengan organis, pemazmur, latihan beberapa lagu yang dianggap agak sulit, akan membuat paduan suara / koor lebih siap untuk melayani. Dan bahkan 15 menit sebelum perayaan misa, PS / koor sudah berada di dalam gereja untuk berdoa, atau melatih lagu baru / mazmur bersama umat, termasuk koordinasi dengan romo yangakan memimpin misa tentang lagu-lagu yang akan dibawakan. Kalau tidak mampu secara kompak satu jam sebelumnya, mungkin bisa dicoba 30 atau 45 menit sebelum misa sudah kumpul. Sehingga pelan-pelan kita menghindari kebiasaan buruk : anggota koor / PS datang 2 - 5 menit sebelum misa, atau bahkan tepat lonceng gereja dibunyikan, malahan masih ada yang baru masuk. Semoga ini tidak terjadi lagi. Dengan persiapan yang cukup, kita akan merasa lebih siap untuk melayani Tuhan, siap melayani umat dan pastor, siap mengikuti pestanya Tuhan Kita. SEMOGA.
Bagi PS / Koor yang sudah melakukan hal-hal di atas : Teruskan dan Tingkatkan !!!!! ; dan bagi yang belum Selamat Mencoba, Niscaya Liturgi Gereja Kita akan lebih Hidup, bersemangat, Khidmat dan Agung.
SELAMAT MELAYANI . TUHAN MEMBERKATI KITA.
-------------------$$$$$$$$$-------------------
Yulius Kristanto, S.S.
(Koordinator Bidang Musik Liturgi
Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya)
031- 5949036 ; 031 – 60238107 ; 081-653 1917
( email : yuliuskristantomulit@yahoo.co.id )
Disarikan dari buku berikut (dianjurkan untuk dimiliki para pelayan musik liturgi)
Komisi Liturgi KWI. Sacramentum Caritatis. Jakarta. 2007.
Martasudjito & Kristanto. Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Yogya. Kanisius. 2007.
Suryanugraha, CH.Lakukanlah Ini. Bandung. Sang Kristus. 2007.
Penting untuk Para Pelatih / Dirigen Koor
Hal-hal Penting untuk diperhatikan
Para Dirigen dan Kelompok Paduan Suara
PUMR 53 Melarang teks Kemuliaan tradisional diganti dengan teks apa pun. Hal ini merupakan upaya gereja untuk mempertahankan kekayaan musik dari masa ke masa., melestarikan tradisi Romawi. Teks tradisional ini, sudah ada sejak abad II. (lihat. Lagu Kemuliaan pada Misa Raya, Misa Lauda Sion, Misa Kita II, Misa Kita IV, Misa Menado, Misa Sunda, Misa Te Deum, Misa De Angelis, dan beberapa yang lain. Sehingga Ordinarium untuk Misa Senja, Misa Syukur, Misa Dolo-Dolo pada bagian Kemuliaan-nya tidak diperkenankan dinyanyikan menggantikan ritus Kemuliaan. Lagu Kami Memuji, Pujilah Tuhan tetap boleh dinyanyikan misalnya untuk Pesta Tritunggal Maha Kudus. (lht Bk. Lakukanlah Ini, hal.38)
Doa Bapa Kami atau lagu Bapa Kami, diharapkan mengambil teks doa yang resmi (seperti TPE 2005), tanpa diakhiri kata AMIN. Kalau dinyanyikan, irama yang cocok adalah yang bernada meditatif, seolah mengajak untuk merenungkan setiap kata dan kalimat dari doa itu. (lht. Bk. Lakukanlah Ini, hal. 108-110). Contoh kesalahan ini ada pada lagu Bapa Kami Piliphina. Sebenarnya ungkapan Amin merupakan tanggapan atas doa atau pernyataan yang dibawakan oleh pemimpin ibadat. Maka jika doa itu dinyatakan secara bersama-sama, ungkapan Amin tidak diperlakukan dengan semestinya.
Aklamasi, Prefasi dll, (nyanyian yang merupakan dialog dengan Imam) jawaban umat hendaknya tetap dikomando oleh dirigen dengan penuh semangat, agak cepat sedikit dari biasanya yang rata-rata di gereja agak melambat. Organis juga hendaknya mengiringi di bagian jawabannya saja. Apalagi jawaban umat untuk kata Amin, hendaknya dirigen dan koor memelopori jawaban tersebut dengan penuh semangat, sehingga mendorong umat untuk menjawab dengan tegas, tanpa kesan saling menunggu. (lihat TPE. Hal 12, 20, dst)
_
5 5 6 atau 1 1
A-min A - min
Actuosa Participatio ; (partisipasi aktif umat), hendaknya paduan suara ikut mendorong partisipasi secara aktif umat baik dalam bernyanyi dan berdoa. Pilihan lagu untuk ibadat juga akan sangat mempengaruhi keaktivan umat. Harus dihindari kesan umat hanya jadi penonton dalam perayaan ekaristi kudus. Memang tidak setiap lagu baik propium atau ordinarium, umat harus terlibat bernyanyi semua. Namun dengan adanya partisipasi umat dalam bernyanyi secara menyeluruh akan membuat suasana ibadat semakin lebih meriah, dan mengesankan. Bahkan apabila diperlukan ada lagu-lagu yang umat perlu bernyanyi, dan umat belum begitu mengenal lagu tersebut, maka perlulah dilatihkan dahulu 10 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
Lagu ANAMNESE (lihat TPE hal. 52) dengan syair: Wafat Kristus kita maklumkan dst. Lagu anamnese ini tanpa AMIN, maka dirigen, koor, dan organis harus mempelopori agar umat tidak sampai menuju kata AMIN, dengan cara memperlambat kata / k i t a r i n d u k a n / (rit…., dengan agak melembut).
Lagu ANAMNESE 5 (lihat TPE hal. 54) Tuhan, Engkau telah wafat dst. Dalam prakteknya justru kata sudah wafat. Hendaknya dirigen dan koor mulai juga melatihkan kata telah wafat. (meski artinya sebenarnya sama, tapi kata Telah, lebih berkesan menghaluskan daripada kata sudah, coba bandingkan dan bacakan dalam hati : Sudah meninggal dengan tenang …., dan Telah meninggal dengan tenang….)
Lagu Komuni, paduan suara hendaknya menyanyikan lagu yang bertema ungkapan sukacita persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus, atau instrumentalia dimainkan oleh organis yang bisa menciptakan suasana DOA bagi umat secara pribadi, sehingga suasana yang tercipta adalah tenang, damai dan tetap khidmat. Hindari lagu yang terkesan ramai yang bisa memancing umat untuk tepuk tangan secara spontan. Kalau perlu setelah Komuni, ada waktu yang cukup untuk mengajak umat menyanyikan madah syukur yang tematis
Nyanyian Maria sebaiknya tidak digunakan dalam perayaan Ekaristi, karena tema nyanyian harus sesuai dengan tema yang sesuai dengan bacaan-bacaan hari itu. Mis. Lagu Maria tidak bisa menggantikan lagu Persembahan. Nyanyian Devosional (Maria) dapat dinyanyikan pada misa khusus dan pada bagian-bagian tertentu
Pilihan Nada Dasar untuk nyanyian bersama umat, hendaknya diselaraskan dengan kemampuan umat. Bukan diselarakan pada kehebatan paduan suara yang bisa mencapai nada-nada yang cukup tinggi, sehingga umat yang pada mulanya ingin ikut bernyanyi malah malas berpartisipasi karena terlalu tinggi. Perlu diingat suara umat kebanyakan dengan NADA Dasar 1= C , nada terendah adalah 6 (LA - bawah) dan nada tertinggi 2 ( RE tinggi ). Dalam contoh lagu ; mis PS 542 dengan nada dasar 1 = D, lagu PS 347 1 = D; lagu PS 330 dengan nada dasar 1= F, atau G).
Perlunya Persiapan Sebelum Pelayanan Paduan Suara dalam Misa. Akhir-akhir ini sudah mulai banyak, anggota paduan suara yang sudah berkumpul di aula atau balai paroki, atau suatu ruang untuk latihan pemanasan satu jam sebelum perayaan. Bagi koor yang belum terbiasa , hal ini kesannya membuang waktu, atau bahkan terkesan aneh-aneh saja. Namun bila dilakukan persiapan yang baik, untuk pemanasan, latihan vokal, latihan dengan organis, pemazmur, latihan beberapa lagu yang dianggap agak sulit, akan membuat paduan suara / koor lebih siap untuk melayani. Dan bahkan 15 menit sebelum perayaan misa, PS / koor sudah berada di dalam gereja untuk berdoa, atau melatih lagu baru / mazmur bersama umat, termasuk koordinasi dengan romo yangakan memimpin misa tentang lagu-lagu yang akan dibawakan. Kalau tidak mampu secara kompak satu jam sebelumnya, mungkin bisa dicoba 30 atau 45 menit sebelum misa sudah kumpul. Sehingga pelan-pelan kita menghindari kebiasaan buruk : anggota koor / PS datang 2 - 5 menit sebelum misa, atau bahkan tepat lonceng gereja dibunyikan, malahan masih ada yang baru masuk. Semoga ini tidak terjadi lagi. Dengan persiapan yang cukup, kita akan merasa lebih siap untuk melayani Tuhan, siap melayani umat dan pastor, siap mengikuti pestanya Tuhan Kita. SEMOGA.
Bagi PS / Koor yang sudah melakukan hal-hal di atas : Teruskan dan Tingkatkan !!!!! ; dan bagi yang belum Selamat Mencoba, Niscaya Liturgi Gereja Kita akan lebih Hidup, bersemangat, Khidmat dan Agung.
SELAMAT MELAYANI . TUHAN MEMBERKATI KITA.
-------------------$$$$$$$$$-------------------
Yulius Kristanto, S.S.
(Koordinator Bidang Musik Liturgi
Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya)
031- 5949036 ; 031 – 60238107 ; 081-653 1917
( email : yuliuskristantomulit@yahoo.co.id )
Disarikan dari buku berikut (dianjurkan untuk dimiliki para pelayan musik liturgi)
Komisi Liturgi KWI. Sacramentum Caritatis. Jakarta. 2007.
Martasudjito & Kristanto. Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Yogya. Kanisius. 2007.
Suryanugraha, CH.Lakukanlah Ini. Bandung. Sang Kristus. 2007.
Para Dirigen dan Kelompok Paduan Suara
PUMR 53 Melarang teks Kemuliaan tradisional diganti dengan teks apa pun. Hal ini merupakan upaya gereja untuk mempertahankan kekayaan musik dari masa ke masa., melestarikan tradisi Romawi. Teks tradisional ini, sudah ada sejak abad II. (lihat. Lagu Kemuliaan pada Misa Raya, Misa Lauda Sion, Misa Kita II, Misa Kita IV, Misa Menado, Misa Sunda, Misa Te Deum, Misa De Angelis, dan beberapa yang lain. Sehingga Ordinarium untuk Misa Senja, Misa Syukur, Misa Dolo-Dolo pada bagian Kemuliaan-nya tidak diperkenankan dinyanyikan menggantikan ritus Kemuliaan. Lagu Kami Memuji, Pujilah Tuhan tetap boleh dinyanyikan misalnya untuk Pesta Tritunggal Maha Kudus. (lht Bk. Lakukanlah Ini, hal.38)
Doa Bapa Kami atau lagu Bapa Kami, diharapkan mengambil teks doa yang resmi (seperti TPE 2005), tanpa diakhiri kata AMIN. Kalau dinyanyikan, irama yang cocok adalah yang bernada meditatif, seolah mengajak untuk merenungkan setiap kata dan kalimat dari doa itu. (lht. Bk. Lakukanlah Ini, hal. 108-110). Contoh kesalahan ini ada pada lagu Bapa Kami Piliphina. Sebenarnya ungkapan Amin merupakan tanggapan atas doa atau pernyataan yang dibawakan oleh pemimpin ibadat. Maka jika doa itu dinyatakan secara bersama-sama, ungkapan Amin tidak diperlakukan dengan semestinya.
Aklamasi, Prefasi dll, (nyanyian yang merupakan dialog dengan Imam) jawaban umat hendaknya tetap dikomando oleh dirigen dengan penuh semangat, agak cepat sedikit dari biasanya yang rata-rata di gereja agak melambat. Organis juga hendaknya mengiringi di bagian jawabannya saja. Apalagi jawaban umat untuk kata Amin, hendaknya dirigen dan koor memelopori jawaban tersebut dengan penuh semangat, sehingga mendorong umat untuk menjawab dengan tegas, tanpa kesan saling menunggu. (lihat TPE. Hal 12, 20, dst)
_
5 5 6 atau 1 1
A-min A - min
Actuosa Participatio ; (partisipasi aktif umat), hendaknya paduan suara ikut mendorong partisipasi secara aktif umat baik dalam bernyanyi dan berdoa. Pilihan lagu untuk ibadat juga akan sangat mempengaruhi keaktivan umat. Harus dihindari kesan umat hanya jadi penonton dalam perayaan ekaristi kudus. Memang tidak setiap lagu baik propium atau ordinarium, umat harus terlibat bernyanyi semua. Namun dengan adanya partisipasi umat dalam bernyanyi secara menyeluruh akan membuat suasana ibadat semakin lebih meriah, dan mengesankan. Bahkan apabila diperlukan ada lagu-lagu yang umat perlu bernyanyi, dan umat belum begitu mengenal lagu tersebut, maka perlulah dilatihkan dahulu 10 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
Lagu ANAMNESE (lihat TPE hal. 52) dengan syair: Wafat Kristus kita maklumkan dst. Lagu anamnese ini tanpa AMIN, maka dirigen, koor, dan organis harus mempelopori agar umat tidak sampai menuju kata AMIN, dengan cara memperlambat kata / k i t a r i n d u k a n / (rit…., dengan agak melembut).
Lagu ANAMNESE 5 (lihat TPE hal. 54) Tuhan, Engkau telah wafat dst. Dalam prakteknya justru kata sudah wafat. Hendaknya dirigen dan koor mulai juga melatihkan kata telah wafat. (meski artinya sebenarnya sama, tapi kata Telah, lebih berkesan menghaluskan daripada kata sudah, coba bandingkan dan bacakan dalam hati : Sudah meninggal dengan tenang …., dan Telah meninggal dengan tenang….)
Lagu Komuni, paduan suara hendaknya menyanyikan lagu yang bertema ungkapan sukacita persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus, atau instrumentalia dimainkan oleh organis yang bisa menciptakan suasana DOA bagi umat secara pribadi, sehingga suasana yang tercipta adalah tenang, damai dan tetap khidmat. Hindari lagu yang terkesan ramai yang bisa memancing umat untuk tepuk tangan secara spontan. Kalau perlu setelah Komuni, ada waktu yang cukup untuk mengajak umat menyanyikan madah syukur yang tematis
Nyanyian Maria sebaiknya tidak digunakan dalam perayaan Ekaristi, karena tema nyanyian harus sesuai dengan tema yang sesuai dengan bacaan-bacaan hari itu. Mis. Lagu Maria tidak bisa menggantikan lagu Persembahan. Nyanyian Devosional (Maria) dapat dinyanyikan pada misa khusus dan pada bagian-bagian tertentu
Pilihan Nada Dasar untuk nyanyian bersama umat, hendaknya diselaraskan dengan kemampuan umat. Bukan diselarakan pada kehebatan paduan suara yang bisa mencapai nada-nada yang cukup tinggi, sehingga umat yang pada mulanya ingin ikut bernyanyi malah malas berpartisipasi karena terlalu tinggi. Perlu diingat suara umat kebanyakan dengan NADA Dasar 1= C , nada terendah adalah 6 (LA - bawah) dan nada tertinggi 2 ( RE tinggi ). Dalam contoh lagu ; mis PS 542 dengan nada dasar 1 = D, lagu PS 347 1 = D; lagu PS 330 dengan nada dasar 1= F, atau G).
Perlunya Persiapan Sebelum Pelayanan Paduan Suara dalam Misa. Akhir-akhir ini sudah mulai banyak, anggota paduan suara yang sudah berkumpul di aula atau balai paroki, atau suatu ruang untuk latihan pemanasan satu jam sebelum perayaan. Bagi koor yang belum terbiasa , hal ini kesannya membuang waktu, atau bahkan terkesan aneh-aneh saja. Namun bila dilakukan persiapan yang baik, untuk pemanasan, latihan vokal, latihan dengan organis, pemazmur, latihan beberapa lagu yang dianggap agak sulit, akan membuat paduan suara / koor lebih siap untuk melayani. Dan bahkan 15 menit sebelum perayaan misa, PS / koor sudah berada di dalam gereja untuk berdoa, atau melatih lagu baru / mazmur bersama umat, termasuk koordinasi dengan romo yangakan memimpin misa tentang lagu-lagu yang akan dibawakan. Kalau tidak mampu secara kompak satu jam sebelumnya, mungkin bisa dicoba 30 atau 45 menit sebelum misa sudah kumpul. Sehingga pelan-pelan kita menghindari kebiasaan buruk : anggota koor / PS datang 2 - 5 menit sebelum misa, atau bahkan tepat lonceng gereja dibunyikan, malahan masih ada yang baru masuk. Semoga ini tidak terjadi lagi. Dengan persiapan yang cukup, kita akan merasa lebih siap untuk melayani Tuhan, siap melayani umat dan pastor, siap mengikuti pestanya Tuhan Kita. SEMOGA.
Bagi PS / Koor yang sudah melakukan hal-hal di atas : Teruskan dan Tingkatkan !!!!! ; dan bagi yang belum Selamat Mencoba, Niscaya Liturgi Gereja Kita akan lebih Hidup, bersemangat, Khidmat dan Agung.
SELAMAT MELAYANI . TUHAN MEMBERKATI KITA.
-------------------$$$$$$$$$-------------------
Yulius Kristanto, S.S.
(Koordinator Bidang Musik Liturgi
Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya)
031- 5949036 ; 031 – 60238107 ; 081-653 1917
( email : yuliuskristantomulit@yahoo.co.id )
Disarikan dari buku berikut (dianjurkan untuk dimiliki para pelayan musik liturgi)
Komisi Liturgi KWI. Sacramentum Caritatis. Jakarta. 2007.
Martasudjito & Kristanto. Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Yogya. Kanisius. 2007.
Suryanugraha, CH.Lakukanlah Ini. Bandung. Sang Kristus. 2007.
Ekstrakurikuler Musik Liturgi SMAK St. Louis 1 Surabaya
Bukan Sembarang Ekskul!Di balik kegiatan ekstrakurikuler Musik Liturgi SMAK St. Louis 1 Surabaya
Keberadaan ekstrakurikuler (ekskul) di suatu sekolah, boleh dikatakan wajib. Tujuannya pun sangat jelas, salah satunya meningkatkan minat dan bakat para siswa baik di bidang olahraga, seni budaya, bahasa, maupun keilmiahan. Dengan demikiannya ekskul akan memberi keseimbangan pada siswa di luar intrakurikuler. Mendengar ekskul musik band, vokal group, teater, paduan suara, volley ball, basket, sepakbola dan sejenisnya termasuk sudah biasa. Namun bila kita mendengar ekskul Musik Liturgi , ini baru lain.
Ekskul Musik Liturgi di SMAK St. Louis 1 jalan Polisi Istimewa memang berbeda dibanding yang lainnya. Di sini mereka belajar mengenai hal-hal terkait musik liturgy (musik suci untuk ibadat di gereja), bermain musik sesuai dengan kemampuannya (gitar, biola, keyboard, organ, piano), bernyanyi lagu-lagu liturgi yang memang untuk keperluan misa kudus. Keistimewaan ekskul ini juga melatih beberapa siswa selain berorganisasi (ada beberapa pengurus) juga menjadi dirigen, dan solis. Latihan-latihan dalam setiap pertemuannya pun bukan sekedar belajar teknik bernyanyi (aiueo, frasering, artikulasi, interpretasi, dll), namun mereka juga belajar bersama membuat ketukan, aba-aba, membedakan ¾ , 4/4, dan seterusnya. Apalagi yang bermain musik, beberapa siswa diberikan kelonggaran untuk membuat arransemen sendiri, mencari kord yang sesuai, dan membuat model iringan yang tepat untuk suatu lagu. Hal ini akan memancing kemampuan improvisasi siswa menjadi lebih berkembang, sambil tetap diarahkan oleh pembina.
Tak terkecuali para pemain musk biola, gitar, organ. Mereka diharapkan mencoba dulu bermain berdasarkan teks lagu yang ada. Baru kemudian digabungkan bersama para penyanyi yang sudah mempelajari suaranya masing-masing Sopran, Alto, Tenor, Bas. Para siswa ekskul ini pun mendapatkan pemahaman musik liturgi yang merupakan bagian dalam peribadatan gereja Katolik. Ekskul yang baru terbentuk tahun lalu ini pun sudah cukup berkiprah untuk kegiatan peribadatan di sekolah , maupun di luar sekolah termasuk dalam acara temu alumni, misa syukur dan di Poh Sarang yang tentunya merupakan tugas dari sekolah. Tim ini lebih bervariasi dan lebih menunjuk pada kekhasan liturgi anak muda, karena diiringi alat musik yang beragam, meski pun lagunya sangat sederhana dari Puji Syukur, misalnya Tuhan Kau Gembala Kami (PS 542) atau lagu-lagu Taize yang sangat akrab dengan umat.
Seperti pada waktu misa SMAK St. Louis 1 di gereja Katedral Surabaya menjelang Ulangan Umum Bersama semester ini yaitu pada hari Selasa 25 November 2008 lalu, pukul 08.00 dan 11.00 WIB. Misa sekolah menjadi lebih bersemarak dan berkesan. Romo Edi dan Romo Alex pun sempat menyampaikan pujian, karena misa kali ini sangat mengesankan dan mendorong siswa dan guru untuk berpartisipasi secara aktif dalam memuji dan memuliakan Tuhan. Sehingga perayaan misa ini terasa lebih hidup dan bersemangat.
Selain ada tim penyanyi SATB-nya, tim musik liturgy ini juga terdiri dari 8 pemain musik, pemain biola (Inggrid, Sheila, Rista, Felita), gitar (Anggi Fernaldy), keyboard (Brian), dan organ (Rivan), serta dirigen Lupita dan Olviana. Lagu-lagu seperti He, Halleluyah To The Lamb, Pujilah Tuhan, dan sebagainya yang sangat sederhana pun terkesan menjadi indah dan mengesankan. Tim Musik Liturgi yang terdiri dari 40-an siswa siswi kelas X dan XI ini pun pernah melakukan uji coba recording di studio Komsos untuk lagu-lagu Taize dan lagu gerejawi untuk kalangan sendiri. Prinsip pelayanan mereka pun cukup baik. Nyanyi Oke, Studi pun harus Oke!
Keberadaan ekstrakurikuler (ekskul) di suatu sekolah, boleh dikatakan wajib. Tujuannya pun sangat jelas, salah satunya meningkatkan minat dan bakat para siswa baik di bidang olahraga, seni budaya, bahasa, maupun keilmiahan. Dengan demikiannya ekskul akan memberi keseimbangan pada siswa di luar intrakurikuler. Mendengar ekskul musik band, vokal group, teater, paduan suara, volley ball, basket, sepakbola dan sejenisnya termasuk sudah biasa. Namun bila kita mendengar ekskul Musik Liturgi , ini baru lain.
Ekskul Musik Liturgi di SMAK St. Louis 1 jalan Polisi Istimewa memang berbeda dibanding yang lainnya. Di sini mereka belajar mengenai hal-hal terkait musik liturgy (musik suci untuk ibadat di gereja), bermain musik sesuai dengan kemampuannya (gitar, biola, keyboard, organ, piano), bernyanyi lagu-lagu liturgi yang memang untuk keperluan misa kudus. Keistimewaan ekskul ini juga melatih beberapa siswa selain berorganisasi (ada beberapa pengurus) juga menjadi dirigen, dan solis. Latihan-latihan dalam setiap pertemuannya pun bukan sekedar belajar teknik bernyanyi (aiueo, frasering, artikulasi, interpretasi, dll), namun mereka juga belajar bersama membuat ketukan, aba-aba, membedakan ¾ , 4/4, dan seterusnya. Apalagi yang bermain musik, beberapa siswa diberikan kelonggaran untuk membuat arransemen sendiri, mencari kord yang sesuai, dan membuat model iringan yang tepat untuk suatu lagu. Hal ini akan memancing kemampuan improvisasi siswa menjadi lebih berkembang, sambil tetap diarahkan oleh pembina.
Tak terkecuali para pemain musk biola, gitar, organ. Mereka diharapkan mencoba dulu bermain berdasarkan teks lagu yang ada. Baru kemudian digabungkan bersama para penyanyi yang sudah mempelajari suaranya masing-masing Sopran, Alto, Tenor, Bas. Para siswa ekskul ini pun mendapatkan pemahaman musik liturgi yang merupakan bagian dalam peribadatan gereja Katolik. Ekskul yang baru terbentuk tahun lalu ini pun sudah cukup berkiprah untuk kegiatan peribadatan di sekolah , maupun di luar sekolah termasuk dalam acara temu alumni, misa syukur dan di Poh Sarang yang tentunya merupakan tugas dari sekolah. Tim ini lebih bervariasi dan lebih menunjuk pada kekhasan liturgi anak muda, karena diiringi alat musik yang beragam, meski pun lagunya sangat sederhana dari Puji Syukur, misalnya Tuhan Kau Gembala Kami (PS 542) atau lagu-lagu Taize yang sangat akrab dengan umat.
Seperti pada waktu misa SMAK St. Louis 1 di gereja Katedral Surabaya menjelang Ulangan Umum Bersama semester ini yaitu pada hari Selasa 25 November 2008 lalu, pukul 08.00 dan 11.00 WIB. Misa sekolah menjadi lebih bersemarak dan berkesan. Romo Edi dan Romo Alex pun sempat menyampaikan pujian, karena misa kali ini sangat mengesankan dan mendorong siswa dan guru untuk berpartisipasi secara aktif dalam memuji dan memuliakan Tuhan. Sehingga perayaan misa ini terasa lebih hidup dan bersemangat.
Selain ada tim penyanyi SATB-nya, tim musik liturgy ini juga terdiri dari 8 pemain musik, pemain biola (Inggrid, Sheila, Rista, Felita), gitar (Anggi Fernaldy), keyboard (Brian), dan organ (Rivan), serta dirigen Lupita dan Olviana. Lagu-lagu seperti He, Halleluyah To The Lamb, Pujilah Tuhan, dan sebagainya yang sangat sederhana pun terkesan menjadi indah dan mengesankan. Tim Musik Liturgi yang terdiri dari 40-an siswa siswi kelas X dan XI ini pun pernah melakukan uji coba recording di studio Komsos untuk lagu-lagu Taize dan lagu gerejawi untuk kalangan sendiri. Prinsip pelayanan mereka pun cukup baik. Nyanyi Oke, Studi pun harus Oke!
Jumat, 03 April 2009
Mari Belajar Menciptakan Mimpi
Sudah bukan rahasia lagi bahwa, peran mimpi atau keinginan yang , kehendak yang kuat dalam hidup ini akan sangat berpengaruh dalam hidup kita. Beranikah kita memimpikan sesuatu tentang masa depan kita ? Beranikah kita menginginkan sesuatu untuk hidup kita...?
Jawabannya terletak pada kita sendiri. Pada pikiran kita masing-masing. Dan hendaknya terjawab dengan kata: HARUS BERANI.
Mari kita ciptakan mimpi-mimpi masa depan kita.
Jawabannya terletak pada kita sendiri. Pada pikiran kita masing-masing. Dan hendaknya terjawab dengan kata: HARUS BERANI.
Mari kita ciptakan mimpi-mimpi masa depan kita.
Langganan:
Postingan (Atom)